Langsung ke konten utama

Makalah Kemuhammadiyahan



Makalah
KEMUHAMMADIYAHAN
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kemuhammadiyahan



Disusun Oleh : 
Nama : Yoga Pradito W
NIM : J310120039

PROGRAM STUDI GIZI S1
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

 

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT serta shalawat dan salam kami sampaikan hanya bagi tokoh dan teladan kita Nabi Muhammad SAW. Diantara sekian banyak nikmat Allah SWT yang membawa kita dari kegelapan ke dimensi terang yang memberi hikmah dan yang paling bermanfaat bagi seluruh umat manusia, sehingga oleh karenanya kami dapat menyelesaikan tugas kewirausahaan ini dengan baik dan tepat waktu.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan proposal ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh guru pada mata kuliah Kemuhammadiyahan Gizi S1.
Dalam proses penyusunan tugas ini kami menjumpai hambatan, namun berkat dukungan dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan cukup baik, oleh karena itu melalui kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak terkait yang telah membantu terselesaikannya tugas ini.
Segala sesuatu yang salah datangnya hanya dari manusia dan seluruh hal yang benar datangnya hanya dari agama berkat adanya nikmat iman dari Allah SWT, meski begitu tentu tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan pada tugas selanjutnya. Harapan kami semoga tugas ini bermanfaat khususnya bagi kami dan bagi pembaca lain pada umumnya.

 

 

 

Sukoharjo, 16 Januari 2015

Penyusun
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
a)    SEJARAH MUHAMMADIYAH
1. Kh. Ahmad Dahlan
PENDIRI PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH
Ahmad Dahlan yang waktu mudanya bernama Muhammad Darwis, lahir pada tanggal 1 Agustus 1868 di Kampung Kauman Yogyakarta. Ayahnya seorang alim bernama Kyai Haji Abubakar bin Kyai Haji Sulaiman, pejabat Khatib di masjid besar Kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri Haji Ibrahim bin Kyai Haji Hassan, pejabat penghulu kesultanan.
Ahmad Dahlan tidak mengenyam pendidikan formal, sebab orang-orang Islam melarang anaknya masuk sekolah Gubernemen Belanda. Ia didik Ayahnya sendiri selanjutnya mengaji Bahasa Arab, Tafsir, Hadits dan Fiqih kepada Ulama-ulama di Yogyakarta.
Dua kali di Makkah belajar pada Syekh Ahmad Chatib, belajar Ilmu Tahuhid, Fiqih, Tasawuf, Falah dan yang menarik hatinya adalah Tafsir Al-Manar karya Muh. Abduh. Keprihatinan Ahmad Dahlan melihat pengalaman Islam di Indonesia sehingga ia bertekad untuk bekerja keras mengembalikan Islam sebagaimana landasan aslinya yaitu Al Qur’an dan Al Hadits. Hal in nampak seperti apa yang dikatakannya :
Saya mesti bekerja keras, untuk meletakkan batu pertama daripada amal yang besar ini. Kalau sekiranya saya lambatkan atau saya hentikan lantaran sakitku ini maka tidak ada orang yang sanggup meletakkan dasar itu. Saya sudah merasa bahwa umur saya tidak akan lama lagi. Maka jika saya sedikit itu, mudahlah yang dibelakang nanti untuk meyempurnakannya.
Untuk mewujudkan cita-citanya KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah pada tanggal 18 Nopember 1912.
Kerja keras KH. Ahmad Dahlan mendapat pengakuan Pemerintah RI sebagaimana tertera dalam Surat Keputusan Presiden No. 657 Tahun 1961 menetapkan KHA. Dahlan sebagai Pahlawan Nasional, Dasar dan Penetapan ini adalah :
1. KH. Ahmad Dahlan telah memelopori kebangunan Umat Islam Indonesia untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
2. Dengan Organisasi Muhammadiyah yang didirikannya telah memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan dan beramal bagi masyarakat dan umat dengan dasar iman dan islam.
3. Dengan Organisasinya Muhammadiyah telah memelopori amal-amal sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangunan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
4. Dengan Organisasinya Muhammadiyah bagian wanita telah memelopori kebangunan wanita bangsa Indonesia untuk mengecap pendidikan dan sosial.
Sebelum wafatnya KH A. Dahlan berpesan kepada kita :
“ AKU TITIPKAN MUHAMMADIYAH KEPADAMU”.
2. K.H. Ibrahim Periode : 1923 – 1934
KH. Ibrahim dilahirkan di kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 7 Mei 1874, Ia adalah putra dari KH. Fadlil Rachmaningrat, seorang penghulu Hakim Negeri Kesultanan Yogyakarta pada Zaman Sultan Hamengkubuwono ke VII, dan ia merupakan adik kandung Nyai Ahmad Dahlan.
Ngaji Al Qur’an sejak usia 5 tahun. Pada usia 17 tahun ke Makkah menunaikan ibadah haji dan selanjutnya menuntut ilmu selama kurang lebih 8 tahun. Sepulang dari Mekkah dikenal sebagai ulama besar yang cerdas.
Bulan Maret 1923 kala Rapat Tahunan (Kongres), KH. Ibrahim dipilih dipilih sebagai pengganti Bapak KH. Ahmad Dahlan dan selanjutnya kali berturut-turut Rapat Tahunan (Kongres) memilih beliau.
Selama kepemimpinan beliau Muhammadiyah berkembang pesat ke seluruh Indonesia terutama di bidang Pendidikan dan pada awal tahun 1934 di usia ke 46 tahun beliau wafat.
3. K.H. Hisyam Periode 1934-1936
KH. Hisyam lahir di kampung Kauman Yogyakarta tanggal 10 Nopember 1883 dan wafat pada tanggal 20 Mei 1945. Ia memipin Muhammadiyah selama tiga periode yaitu hasil Kongres Muhammadiyah ke 23 di Yogyakarta, Kongres ke 24 di Banjarmasin dan Kongres ke 25 di Batavia (Jakarta) pada tahun 1936.
Yang paling menonjol pada diri nHisyam adalah ketertiban administrasi dan manajemen organisasi pada zamannya. Pada periode kepemimpinannya, titik perhatian Muahammadiyah lebih banyak diarahkan pada masalah pendidikan dan pengajaran, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum.
Pada periode Hisyam Muhammadiyah sudah memiliki 103 Volkschool, 47 Standaardschool, 69 Hollands Inlandse School (HIS), dan 25 Schakelschool, sekolah-sekolah Muhammadiyah saat itu merupakan salah satu pendidikan yang didirikan pribumi yang dapat menyamai kemajuan pendidikan sekolah-sekolah Belanda, sekolah-sekolah Katolik dan sekolah-sekolah Protestan.
4. K.H. Mas Mansur Periode 1937-1942
Mas Mansur lahir pada hari Kamis tanggal 25 Juni 1896 di Surabaya, Ibunya bernama Raudhah seorang wanita kaya yang berasal dari keluarga Pesantren Sidoresmo Wonokromo Surabaya. Ayahnya bernama KH Mas Ahmad Marzuqi, seorang pioneer Islam, ahli Agama yang terkenal di Jawa Timur yang berasal dari keturunan Bangsawan Astatinggi Sumenep Madura dan dikenal sebagai Imam tetap dan Khotib Masjid Agung Ampel Surabaya.
Sejak kecil KH. Mas Mansur belajar di Pesantren Sidoresmo. Tahun 1906 pada usia 10 tahun dikirim ayahnya ke Pesantren Demangan Bangkalan Madura, dua tahun kemudian dia dikirim ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji dan belajar agama selama lebih kurang 4 (empat) tahun. Kemudian dia meneruskan pendidikan di Mesir dan sebelum kembali di Indonesia pada tahun 1915 dia singgah ke Makkah selama 1 tahun.
Tahun 1921 Mas Mansur masuk Organisasi Muhammadiyah. Tahap demi tahap dilalui dengan mantap. Setelah menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya, kemudian menjadi Konsul Muhammadiyah Wilayah JATIM. Kehadiran Mas Mansur membawa angin segar di tubuh Muhammadiyah yang pada saat itu kaum muda Muhammadiyah menghendaki perubahan di kepengurusan Muhammadiyah yang didominasi kaum tua. Kongres Muhammadiyah ke 26 di Yogyakarta tahun 1937 telah menetapkan KH. Mas Mansur sebagai ketua PB. Muhammadiyah.
Kecintaan pada tanah air tercermin di lembaga-lembaga yang didirikan antara lain : Nadhlatul Al Wathan, Khitab Al Wathan, Ahl Al Wathan, Faru’ Al Wathan dan Hidayah Al Wathan. Tokoh Nasional yang terkenal yaitu empat serangkai mereka adalah : Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH. Mas Mansur.
Di tengah pecahnya perang kemerdekaan yang berkecamuk itulah, Mas Mansur meninggal di tahanan pada tanggal 25 April 1946. jenazahnya dimakamkan di Gipo Surabaya. Atas jasa-jasanya, oleh Pemerintah Republik Indonesia ia diangkat sebagai Pahlawan Naional bersama teman seperjuangannya, yaitu KH. Fakhruddin.
5. Ki Bagus Hadikusumo Periode 1942-1953
Dilahirkan di kampung Kauman Yogyakarta dengan nama R. Hidayat pada 11 Rabi’ul Akhir 1038 Hijriyah. Sekolahnya tidak lebih dari sekolah rakyat (sekarang SD) ditambah mengaji dan besar di Pesantren. Tetapi berkat kerajinan dan ketekunan mempelajari kitab-kitab terkenal akhirnya menjadi orang alim, muballigh dan pemimpin Muhammadiyah yang besar andilnya dalam penyusunan Muqaddimah UUD 1945. Yaitu pokok-pokok pikirannya dengan memberikan landasan Ketuhanan, Kemanusiaan, Keberadaban dan Keadilan. Ki Bagus juga sangat produktif untuk menuliskan buah pikirannya. Buku karyanya antara lain Islam sebagai Dasar Negara dan Akhlak Pemimpin, Risalah Katresnan Djati (1935), Poestaka Hadi (1936), Poestaka Islam (1940), Poestaka Ichsan (1941) Poestaka Imam (1954), dll. Dari buku-buku karyanya tersebut tercermin komitmennya terhadap etika dan bahkan juga syarat Islam.
Ki Bagus Hadiusumo berani menentang perintah pimpinan tentara Dai Nippon yang terkenal ganas dan kejam untuk memerintahkan ummat Islam dan Warga Muhammadiyah melakukan upacara kebaktian tiap pagi sebagai penghormatan kepada Dewa Matahari.
Ia menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah selama 11 tahun (1942-1953) dan wafat pada usia 64 tahun. Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan Nasional Indonesia.
6. Buya A.R. Sutan Mansyur Periode 1953-1959
Ranah Minang pernah melahirkan salah seorang tokoh besar Muhammadiyah, yaitu Ahmad Rasyid Sutan Mansur. Ia lahir di Maninjau, Sumatera Barat pada Ahad malam senin 26 Jumadil Akhir 1313 Hijriyah yang bertepatan dengan 15 Desember 1895.
Ahmad Rasyid masuk sekolah di Inlandshe School (IS) pada tahun 1902-1909, sedangkan pendidikan agama semasa kecil langsung ditangani kedua orang tuanya, selanjutnya dia menimba ilmu agama kepada Ulama besar seperti : Dr. Abu Hanifah, Dr. Abdul Karim Amrullah, Haji Rasul (1910-1917), ia belajar tauhid Bahasa Arab, Ilmu Kalam, Mantiq, Tarikh, Tasawuf, Al Qur’an, Tafsir dan Hadits.
Keinginannya belajar ke Kairo batal karena dilarang Pemerintah Koonial Belanda, lalu ia ke Pekalongan untuk berdagang dan jadi guru agama dan Muballigh. Di Kota Pekalongan inilah berinteraksi dengan Bapak KH. Ahmad Dalan dan dengan suka cita masuk anggota Muhammadiyah yang selanjutnya tahun 1923 ia menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Pekalongan. Tahun 1931 Sutan Mansur dikukuhkan sebagai konsul Muhammadiyah (pimpinan wilayah) Sumatera Barat.
Tahun 1938 saat Bung Karno diasingkan di Bengkulu, Sutan Mansur diangkat sebagai Penasehat Agama Bung karno, Wakil Presiden M. Hatta mengangkatnya menjadi Imam Tentara dengan pangkat Mayor Jenderal Tituler. Permintaan Pemerintah agar supaya Sutan Mansur sebagai Penasehat TNI AD berkantor di MBAD Jakarta dan permintaan Presiden Sukarno untuk ke Jakarta sebagai Penasehat Presiden ditolak karena ia harus keliling Sumatera untuk Tabligh.
Dua periode Sutan Mansur menjabat Ketua PB. Muhammadiyah (1953-1956) dan (1956-1959). Buya H.A. Achmad Rasyid Sutan Mansur wafat senin tanggal 25 Maret 1985/3 Rajab 1405 di Jakarta pada usia 90 tahun, Buya Hamka menyebutnya sebagai Ideolog Muhammadiyah dan M. Yunus Anis dalam salah satu Kongres Muhammadiyah menyatakan bahwa di Muhammadiyah ada 2 bintang : Bintang Timur adalah KH. Mas Mansur, Surabaya dan Bintang Barat adalah AR. SUtan Mansur.
7. Hm. Yunus Anis Periode 1959 -1962
KH. Yunus Anis lahir di Kauman Yogyakarta tanggal 3 Mei 1903 yang masih ada hubungan kerabatan dengan Sultan Mataram. Sejak kecil dididik agama oleh kedua orang tua dan datuknya sendiri.
Pendidikan formalnya Sekolah Rakyat di Yogyakarta dilanjutkan ke sekolah Al-Atas dan sekolah Al-Irsyad di Batavia (Jakarta) yang dibimbing oleh Syekh Ahmad Syurkati kawan seperjuangan KH. Ahmad Dahlan.
Tahun 1924 – 1926 menjabat Pengurus Cabang Muhammadiyah Batavia. Tahun 1934 – 1936 dan 1953 – 1958 menjabat Sekretaris Umum PP. Muhammadiyah. Karena kemampuannya dalam bidang agama, TNI mengangkatnya sebagai Imam Tentara (Kepada Pusroh ADRI).
Muktamar Muhammadiyah ke 34 di Yogyakarta memilih KH. Yunus Anis sebagai Ketua PP. Muhammadiyah.
8. Ahmad Badawi Periode 1962 – 1968
Ahmad Badawi lahir di Kauman Yogyakarta pada tanggal 5 Pebruari 1902, Ayahnya KH. Fakih adalah keturunan dari Panembahan Senopati, sedangkan ibunya Nyai Siti Habibah adalah adik kandung KH. Ahmad Dahlan.
Pendidikan formalnya hanya di Madrasah Muhammadiyah Yogyakarta, sedangkan pendidikan agama selain dari orang tuanya sendiri banyak diperoleh di pondok-pondok yang antara lain :
· 1908 – 1913 di Lerab Karang Anyar, Imu Nahwu Sharaf.
· 1913 – 1915 di Termas Pacitan, pada KH. Dimyati.
· 1915 – 1920 di Busuk Wangkul Pasuruan.
· 1920 – 1921 di Pandean Semarang.
Di bidang Tabligh A. Badawi sangat berprestasi sehingga pada tahun 1933 dipercaya menjadi ketua Majlis Tabligh PP. Muhammadiyah. A. Badawi terpilih menjadi ketua PP. Muhammadiyah pada Muktamar ke 35 di Jakarta untuk periode 1962 – 1965 dan terpilih kembali pada Muktamar ke 36 untuk periode 1965 – 1968.
Di era kepemimpinan Badawi Muhammadiyah dan Partai Masyumi menjadi target PKI untuk dihancurkan, tapi kepiawaian Badawi melobi dan pendekatan kepada Sorkarno sehingga sejak 1963 Badawi diangkat menjadi Penasehat pribadi Presiden di bidang Agama.
Bahkan keberadaan Muhammadiyah sangat dibutuhkan Soekarno sebagai Balance of Power Policy dari PNI, PKI dan NU yang dirasanya lebih dekat.
Sisi lain dari kemampuannya sebagai pemimpin. Badawi juga produktif menulis barbagi buku /kitab, Badawi meninggal pada hari Jum’ah 25 April 1969 di RS PKU Muhammadiyah yang masih berstatus anggota DPA.
9. Kh. Faqih Usman Periode 1968 – 1969
KH. Faqih Usman, lahir di Gresik Jatim pada tanggal 2 Maret 1904. semasa kecil ayahnya selalu mengajari Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Umum. Menginjak remaja ia belajar di Pondok Gresik (1914-1918), selanjutnya ke Pondok–pondok di luar Kota Gresik (1918-1924). Faqih Usman dikenal memiliki Entreupreneurship yang kuat, usaha bisnisnya cukup berhasil; penyediaan alat-alat bangunan, galangan kapal, tenun dll. Faqih Usman menjabat sebagai ketua Majlis Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur periode 1932-1936. Pada saat KH. Mas Mansur di pilih menjadi ketua PP. Muhammadiyah pada tahun 1936, KH. Faqih Usman menggantikannya menjadi Konsul Muhammadiyah Jawa Timur. Faqih Usman juga banyak terlibat gerakan-gerakan Islam ataupun kemasyarakatan yang antara lain :
· Tahun 1937 Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI).
· Tahun 1940-1942 Anggota Dewan Kota Surabaya.
· Tahun 1945 Anggota Komite Nasional Pusat dan Ketua Komite Nasional Surabaya.
· Tahun 1959 menerbitkan majalah Panji Masyarakat bersama HAMKA dll.
Ikut aktif dalam mendirikan partai MASYUMI pada tanggal 7 Nopember 1945 di Yogyakarta dan Tahun 1952 menjabat ketua II partai MASYUMI hingga MASYUMI bubar tahun 1968.
Karena kemampuan KH Faqih Usman jualah, pemerintah mempercayakannya untuk memimpin Departemen Agama tahun 1950. Tahun 1951 diangkat menjadi Kepala Jawatan Agama Pusat tanggal 3 April 1952 dipercaya kembali sebagai Menteri Agama pada masa Kabinet Wilopo.
Kepribadian Muhammadiyah adalah hasil rumusan KH. Faqih Usman pada periode kepengurusan KH Ahmad Badawi yang diterima dan disyahkan dalam Muktamar ke 35 tahun 1962 di Jakarta. KH. Faqih Usman terpilih sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah pada Muktamar Muhammadiyah ke 37 tahun 1968 di Yogyakarta. Namun hanya beberapa hari saja jabatan itu diembannya sebab pada tanggal 3 Oktober 1968 ia berpulang ke Rahmatullah, selanjutnya pimpinan dipegang KH. AR Fachrudin.
10. Kh. Abdur Rozzaq Fachruddin Periode 1968 – 1990
KH. Abdur Rozzaq Fachruddin yang terkenal dengan panggilan pak AR adalah pemegang rekor paling lama memimpin Muhammadiyah yaitu selama 22 tahun (1968-1990). Ia lahir tanggal 14 Pebruari 1916 di Cilangkap, Purwaringan, Pakualaman Yogyakarta.
Pendidikan formalnya : Standaard School (SD) Yogyakarta, Madrasah Muallimin Muhammadiyah Kulon Progo, menimba ilmu kepada para kyai diantaranya KH. Fachruddin ayahnya sendiri, KH. Abdullah Rosad dan KH Abu Amar. Selanjutnya Madrasah Darul Ulum Muhammadiyah Sewugalur dan sekolah Madrasah Tabligh School Muhammadiyah. Selepas sekolah langsung mengemban tugas dakwah/guru dari Hoofdbestuur Muhammadiyah ke berbagai daerah di Sumatera.
Mendirikan sekolah Wustha Muallimin Muhammadiyah setingkat SMP di Ogan Komiring. Sekolah yang sama didirikan di Musi Hilir (1941). Se sungai Gerong Palembang, selanjutnya ia kembali ke Yogyakarta.
Pak AR adalah ulama besar yang berwajah sejuk dn bersahaja, banyak karya tulisnya yangtelah dibukukan antara lain : Naskah Kesyukuran, Naskah Entheng, Serat Kaweruh, Islam Kawedar, upaya mewujudkan Muhammadiyah sebagai gerakan amal, pemikiran dan da’wah Islam, Syahadatain Kawedar, tanya jawab Entheng-enthengan dan Tuntunan Sholat Basa Jawi, kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits, Khutbah Nikah dan terjemahannya, Pilihlah Pimpinan Muhammadiyah yang tepat, Sarono Entheng-enthengan Pancasila, Ruh Muhammadiyah dengan harapan supaya ada alih generasi yang sehat. Pak AR wafat 17 Maret 1995 di rumah Sakit Islam Jakarta pada usia 79 tahun.
11. Kh. Ahmad Azhar Basyir Periode : 1990 – 1995
PP. Muhammadiyah periode KHA. Azhar Basyir, MA (1990-1995) didominasi para intelektual produk Muhammadiyah, KHA. Azhar Basyir MA, yang lahir di Yogyakarta tanggal 21 Nopember 1928 ini pendidikan formalnya tidak kurang dari 34 tahun. Tahun 1944 tamat sekolah Madrasah al-Falah Yogyakarta. Setelah di Pondok Termas Pacitan, ia meneruskan ke Madrasah Mubalighin III Muhammadiyah Yogyakarta tahun 1946, di Madrasah Menengah Tinggi Yogya tamat tahun 1952. tahun 1956 meraih gelar sarjana pada perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN). Tugas Azhar Basyir pindah ke Universitas Darul Ulum Mesir hingga mencapai gelar master tahun 1968.
Sepulang dari Timur Tengah tugas persyarikatan telah menghadang. Azhar Basyir dipercaya duduk di Majlis Tarjih PP Mujammadiyah hingga tahun 1985, selanjutnya ia menjabat Wakil Ketua PP Muhammadiyah tahun 1990. muktamar ke 42 di Yogykarta telah memilih KHA. Azhar Basyir, MA. untuk memimpin Muhammadiyah.
Azhar Basyir merupakan sosok perpaduan ulama dan intelektual, oleh karenanya karya ilmiah yang pernah ditulisnyapun banyak dijadikan rujukan dalam kajian ilmiah diberbagai Universitas di Indonesia. Dunia Islam mengakuinya sebagai Ahli Fiqih (OKI) yang memiliki persyaratan ketat.
Jabatan Ketua PP. Muhammadiyah dipikulnya tidak sampai pada akhir masa kepengurusannya, karena pada tanggal 28 Juli 1994 ia berpulang ke Rahmatullah.
12. Prof Dr. H.M. Amien Rais, M.A. Periode : 1995 – 2000
Tokoh Reformasi Indonesia ini dilahirkan di Surakarta, 26 April 1944. Setelah pendidikan SD Muhammadiyah 1 Surakarta, SMP dan SMA. Pendidikan tingkat sarjana diselesaikan oleh Amien Rais di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL Universitas Gadjah Mada pada tahun 1968, sementara ia juga menerima gelar Sarjana Muda dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1969. Pada saat Mahasiswa inilah ia banyak terlibat aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ( Ketua III Dewan Pimpinan Pusat IMM) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) (Ketua Lembaga Da’wah Mahasiswa Islam HMI Yogyakarta). Studinya dilanjutkan pada tingkat Master dibidang Ilmu Politik di University of Notre Dame, Amerika Serikat dan selesai pada tahun 1974. Dari Universitas yang sama ia juga memperolah Certifikate on East European Studies. Sementara itu, gelar doktoralnya diperoleh dari Universitas Chicago, Amerika Serikat pada tahun 1981 dengan disertasinya yang cukup terkenal, yaitu Gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Ia juga pernah mengikuti Post Doctoral Program di George Washington Uniersity pada tahun 1986 dan di UCLA pada tahun 1988.
Tugas-tugas intelektualisme pun ia lakukan, baik transformasi keilmuan (mengajar di berbagai universitas) dan juga melakukan kritik atas fenomena sosial yang sedang berlangsung. Kritiknya yang sangat vokal sangat mewarnai opini publik di Indonesia. Sepulangnya dari pendidikan di Amerika, ia terkenal sebagai pakar politik Timur Tengah dan melontarkan Isu Suksesi Keprisidenan, sebuah isu yang janggal pada saat itu karena kepemimpinan orde baru yang sangat kuat. Bahkan Amien Rais yang menggulirkan gagasan tentang Reformasi Politik yang selanjutnya sejarah mencatat bahwa Amien Rais adalah orang terdepan dalam meruntuhkan kebobrokan politik Orde Baru. Setelah tumbangnya Rezim Orde Baru Amien Rais meletakkan jabatan Ketua PP. Muhammadiyah dan mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN) yang pada pemilu 1999 menduduki peringkat ke 5 dalam perolehan suara yang dapat menghantarkannya menjadi ketua MPR. Lagi-lagi Amien Rais menggulirkan gagasan Poros Tengah yang mencoba membangun jalan tengah dari dua titik ekstrim dalam kubu politik di Indonesia pasca Pemilu 1999 yang ternyata cukup efektif dalam upaya merajut kembali hubungan Muhammadiyah-NU dengan mencalonkan KH Abdurrohman Wahid sebagai Presiden RI ke 4 dan ternyata berhasil.
Hanya saja sayang KH. Abdurrohman Wahid tidak sampai satu periode telah dilengserkan oleh MPR, dimana Amien Rais sebagai ketua MPR nya.
13. Prof. Dr. H.A. Syafi’i Ma’arif Periode : 2000 – 2005
Ahmad Syafi’i Ma’arif dilahirkan di Sumpurkudus Sumatera Barat, 31 Mei 1935. Pendidkan formalnya SR Ibtidaiyah tahun 1947, Madrasah Muallimin Lintau Sumatera Barat dan dilanjutkan ke Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta tamat tahun 1956. Satu tahun di Fakultas Hukum berhenti karena tidak ada biaya. Ia melanjutkan kuliah setelah ia mendapat pekerjaan. Gelar Sarjana Muda Jurusan Sejarah diperolehnya di Universitas Cokroaminoto tahun 1964 dan gelar sarjananya di perolehnya di IKIP Yogyakarta tahun 1968.
Gelar Master diperoleh dari Departemen Sejarah Ohio State University, Amerika Serikat dan tahun 1993 gelar Doktor diperoleh dari Universitas Chicago AS. Disamping kesibukannya sebagai anggota DPA dan staf pengajar di IKIP Yogyakarta, keterlibatannya sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah merupakan sebuah keharusan sejarah. Ketika reformasi di Indonesia sedang bergulir, Amien Rais yang saat itu menjabat sebagai ketua PP Muhammadiyah harus banyak melibatkan diri dalam aktivitas politik di negeri ini untuk menjadi salah satu lokomotif pergerakan dalam menarik gerbong reformasi di Indonesia. Muhammadiyah harus diselamatkan agar tidak terbawa oleh kepentingan-kepentingan jangka pendek. Pada saat itulah ketika Muhammadiyah harus merelakan Amien Rais untuk menjadi pemimpin bangsa, maka Syafi’i Ma’arif menggantikannya sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, setelah ia terpilih dan dikukuhkan sebagai Ketua PP Muhammadiyah melalui sidang Pleno diperluas Muhammadiyah. Ia harus melanjutkan tongkat kepemimpinan Muhammadiyah sampai Muktamar Muhammadiyah ke 44 tahun 2000 di Jakarta.
Dan kita ketahui bersama Muktamar ke 44 tersebut telah memilih kembali Syafi’i Ma’arif sebagai Ketua PP Muhammadiyah hingga kini. Prof. DR. KHA. Syafi’i Ma’arif adalah figur ilmuwan dan agamawan yang rendah hati, sebagaimana kalimat yang disampaikan dalam Pidato Pengukuhan Guru Besarnya di IKIP Yogyakarta.
Sudah 25 tahun terakhir, perhatian terhadap sejarah, filsafat dan agama melebihi perhatian saya terhadap cabang ilmu yang lain. Namun saya sadar sepenuhnya bahwa semakin saya memasuki ketiga wilayah itu semakin tidak ada tepinya. Tidak jarang saya merasa sebagai orang asing di kawasan itu, kawasan yang seakan-akan tanpa batas. Terasalah kekecilan diri ini berhadapan dengan luas dan dalamnya lautan jelajah yang hendak dilayari.
13. Prof Dr, H. Dien Syamsudin Periode 2005 – 2010
Seluruh warga Muhammadiyah seantero Nusantara telah menyelengarakan Muktamar Muhammadiyah ke 45 yang dilaksanakan di Malang Jawa Timur, bertepatan pada hari Ahad s/d Jum’at tanggal 03 s/d 08 Juli 2005. Dimana dari hasil perhelatan pemilihan pimpinan persyarikatan Muhammadiyah telah memberikan amanah kepada Prof Dr. H. Dien Syamsudin untuk menjadi Nakhoda dalam memimpin persyarikatan Muhammadiyah pada periode 2005 – 2010. Mudah-mudahan Beliau dalam kepemimpinannya dapat mengemban Amanah Warga Muhammadiyah sesuai dengan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Muhammadiyah sehingga dapat membawa Masyarakat Utama, Adil dan Makmur yang Diridhoi oleh Allah SWT.
B. RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimana bentuk Sruktural yang adalah dalam organisasi Kemuhammadiyahan di daerah Lamongan?
2.    Lembaga-lembaga amal usaha apa aja yang sudah dikembangkan Organisasi Kemuhammadiyahan di daerah Lamongan?
C. TUJUAN PENULISAN
1.  Untuk mengetahui struktur organisasi organisasi kemuhammadiyahan  
2. Mengetahui Perkembangan Lembaga-lembaga amal usaha yang sudah berkembang       
BAB II PEMBAHASAN

A.     SEJARAH MUHAMMADIYAH DI JAWA TIMUR

Muhammadiyah adalah organisasi yang didirikan oleh Muhammad Darwis, yang di kemudian dikenal dengan KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta, 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912. Selain berprofesi sebagai Khatib di Kraton Yogyakarta, Dahlan juga seorang pedagang dan Penasehat Central Sarikat Islam (CSI). Perjalanannya ke daerah luar Yogyakarta tampaknya sangat terkait dengan ketiga profesi itu, sehingga usahanya menyebarkan pembaharuan agama Islam tersamar dalam aktivitasnya sebagai pedagang dan penasehat CSI. 
Pertama kali KH Ahmad Dahlan ke Jatim terjadi sekitar 1916, atau 1 tahun setelah H Mas Mansur sepulang dari Mekah dan Mesir menemuinya di Yogyakarta (1915). Saksi kedatangan KH Dahlan ke Surabaya ini dua di antaranya adalah tokoh pergerakan nasional Soekarno dan Roeslan Abdulgani. Keduanya tidak hanya menyaksikan, tetapi juga mengikuti pengajiannya di langgar Peneleh, Plampitan, serta di langgar dekat rumah KH Mas Mansur (Kawasan Ampel). KH Ahmad Dahlan datang ke Surabaya dan memberikan tabligh di tiga tempat, yaitu di Kampung Peneleh, Plampitan, dan Ampel.
Pada tahun yang sama, KH Mas Mansur untuk kedua kalinya datang ke rumah KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Pertemuan kali ini berlangsung lebih lama daripada tahun sebelumnya, dan diisi dengan pembicaraan yang bersifat dialogis. Dari dialog inilah KH Mas Mansur tampaknya amat terkesan dengan kepiawaian KH Ahmad Dahlan dalam menafsirkan al-Qur’an.
Kekaguman inilah yang mengantarkan KH Mas Mansur menerima ajakan KH Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah di Surabaya 4 tahun kemudian, atau 1920, yang secara resmi dideklarasikan pada 1 November 1921. Muhammadiyah Surabaya ditetapkan oleh Surat Ketetapan HB Muhammadiyah No 4/1921. Muhammadiyah Surabaya langsung berstatus Cabang yang diketuai oleh KH Mas Mansur, dibantu oleh H Ali, H Azhari Rawi, H Ali Ismail dan Kiai Usman.
Perjalanan KH Ahmad Dahlan di Jatim tidak berhenti di Surabaya saja, karena dia ternyata juga mengunjungi berbagai kota lainnya. Tempat-tempat yang dikunjungi dan membuahkan hasil adalah Kepanjen (21 Desember 1921), Blitar (1921), Sumberpucung (1922), dan Ponorogo (1922). Tahap selanjutnya, Muhammadiyah juga berdiri di Jombang (1923), Madiun (1924), Ngawi (1925), Jember (1925), Situbondo (1925), Malang (1926), Gresik (1926), Lumajang (1927), Trenggalek (1927), Bondowoso (1927), Bangkalan (1927), Sumenep (1927), Sampang (1927), dan Probolinggo (1928).Pada tahap selanjutnya, Muhammadiyah juga didirikan di Pamekasan (1928), Kediri (rentang waktu 1927-1933), Tulungagung (1932), Banyuwangi (1933), Magetan (rentang waktu 1932-1933), Nganjuk (1933), Pacitan (1933), Tuban (1933), Mojokerto (1933), Sidoarjo (1935-1936), Bojonegoro (1947), dan Lamongan (1951).
Di awal pekembangan Muhammadiyah Jatim, struktur kepemimpinan dan pembagian daerah masih sangat sederhana. Hierarkinya pendek, dan lebih mengedepankan dinamika organisasi, amal usaha, kemudahan komunikasi, dan koordinasi. Awalnya hanya terdiri dari ranting dan cabang. Ranting adalah level yang paling bawah dan menjadi wadah bagi anggota. Di atasnya terdapat cabang yang langsung berhubungan dengan Pengurus Besar di Yogyakarta (Hoofdestuur).
Pada 1930-an barulah dirasakan perlunya pengelolaan dan koordinasi yang lebih baik di cabang-cabang maupun di ranting-ranting. Berdasarkan keputusan Kongres (sekarang Muktamar) ke-19 di Minangkabau pada 1930, Pengurus Besar (kini Pengurus Pusat) Muhammadiyah mengangkat perwakilan di daerah-daerah dengan sebutan Konsul Pengurus Besar Muhammadiyah (Consul Hoofdestuur), atau yang biasa disebut Konsul Daerah. Awalnya Jatim dibagi menjadi 5 daerah, yaitu Surabaya, Madiun, Madura, Besuki, dan Pasuruan, dan baru pada 1937 Daerah Kediri didirikan.
Dalam konferensi 27-28 Oktober 1951, 6 Perwakilan Pengurus Besar Muhammadiyah Daerah (Majelis-majelis Daerah) itu mengusulkan kepada PB untuk membentuk Perwakilan Pengurus Besar di tingkat Provinsi. Usulan ini kemudian diterima oleh PB dalam sidangnya pada 22 Desember 1951. Melalui Surat Ketetapan PB Nomor 180 D tertanggal 1 Jumadil Akhir 1371/27 Februari 1952, Perwakilan PB Wilayah Jatim dibentuk dan dipimpin H Abdul Hadi (Ketua), dibantu Nurhasan Zain, M Saleh Ibrahim, Rajab Gani, dan dr Soewandhi.
Pada 1959, struktur organisasi dalam Muhammadiyah mengalami perubahan dengan dibentuknya Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM). Melalui Surat Pengesahan Nomor XXI/B tertanggal 13 Juli 1960, ditetapkan PWM Jatim 1959-1962 dengan komposisi M Saleh Ibrahim (Ketua), dengan anggota Nurhasan Zain, Soedirman, M Turchan Badri dan H Abdul Hadi. Kepemimpinan ini berlangsung hingga periode selanjutnya, 1962-1965.
Pada periode 1965-1968, PWM Jatim dijabat oleh Usman Muttaqin sebagai ketua, didampingi oleh dua wakilnya KH Bejo Dermaleksana dan HM Anwar Zaini. Kepemimpinan ini dilanjutkan KHM Anwar Zaini sejak 1968, dan terpilih kembali dalam Musywil yang dilaksanakan pada 26-27 Dzulqa’dah 1399/28-29 Oktober 1978 untuk periode 1978-1981. Selain Ketua, KHM Anwar Zaini didampingi 3 Wakil Ketua (HM Amien Barowi, dr Moh Suherman, dr Mutadi), 3 Sekretaris (Nurhasan Zain, Marchum Anwar BBA, dan M Amin Hamdan), serta 3 Bendahara (Sismono, Drs Noto Adam dan M Fuad Faqih).
Kepemimpinan KHM Anwar Zain berlangsung cukup lama, karena pelaksanaan Musywil harus menunggu Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Surakarta yang mengalami penundaan akibat tarik ulur mengenai pemberlakuan Undang-undang (UU) 8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang mengharuskan setiap organisasi mencantumkan Pancasila sebagai asas. Saat Musywil dilaksanakan pada 8 Februari 1986, KHM Anwar kembali terpilih sebagai Ketua PWM. Kali ini KHM Anwar didampingi 3 Penasehat (M Wisatmo, H Mas’ud Atmodiwiryo, dan Nurhasan Zain), 4 Wakil Ketua (H Abdurrahim Nur Lc, dr H Mutadi, HM Amin Barowi, dan Drs H Amir Hamzah Wiryosukarto), 1 Sekretaris (M Mustaqim Fadhil), 1 Wakil Sekretaris (Abd Madjid Hamzah), 1 Bendahara (Drs Noto Adam), dan 2 Wakil Bendahara (H Supardi dan M Fuad Faqih).Namun KHM Anwar Zain tidak dapat menyelesaikan masa kepemimpinannya karena meninggal dunia pada Desember 1989. Untuk mengisi kekosongan jabatan Ketua PWM, dalam Musywil tahunan di Kediri 1990, diajukan 3 calon kepada PP Muhammadiyah, yaitu H Abdurrahim Nur Lc, dr H Mutadi, HM Amin Barowi, yang kemudian H Abdurrahim Nur Lc ditetapkan sebagai Ketua PWM. Dia kembali terpilih dalam Musywil 1990 di Asrama Haji Surabaya masa jabatan 1990-1995. Komposisi PWM periode ini: KH Abdurrahim Nur Lc (Ketua), Drs H Isro Kusnoto, Drs HM Hasyim Manan MA (Wakil Ketua), Drs M Wahyudi (Sekretaris), Drs H Nurcholis Huda (Wakil Sekretaris), HM Amin Barowi (Bendahara), dan Drs H Kuslan MA (Wakil Bendahara).
KH Abdurrahim Nur Lc kembali terpilih dalam Musywil 1995 di Malang. Komposisi PWM adalah: KH Abdurrahim Nur Lc (Ketua), Drs H Munawar Thohir, Dr H Fasich Apt (Wakil Ketua), Drs H Nurcholis Huda, Drs HM Wahyudi Indrajaya (Sekretaris), Ir H Sulaiman, H Admiral Manan (Bendahara), Drs H Kuslan MA (Koor Bidang Tarjih dan Tabligh), dr H Mutadi (Koor Bidang Sosial Ekonomi Kesehatan), Drs H Ahmad Adjib (Koor Bidang Pendidikan dan Kebudayaan), Drs H Muhadjir Sulthon (Koor Bidang Organisasi dan Kelembagaan), Drs H Isro’ Kusnoto (Koor Bidang Kader dan SDM), serta KH Mu’ammal Hamidy Lc (Koor Bidang Ekstern).
Kepemimpinan KH Abdurrahim Nur Lc digantikan oleh Prof Dr H Fasich Apt melalui Musywil pada 28-29 Oktober 2000 di Magetan. Komposisi PWM 2000-2005 adalah sebagai berikut: KH Abdurrahim Nur Lc (Penasehat), Prof Dr H Fasich Apt (Ketua), Prof Dr Syafiq A Mughni MA, KH Mu’ammal Hamidy Lc, Drs H Muhadjir Effendy (Wakil Ketua), Drs H Nur Cholis Huda MSi (Sekretaris), Nadjib Hamid Ssos (Wakil Sekretaris), Drs H Abd Rahman Azis (Bendahara), Drs Achmad Achsin MM (Wakil Bendahara), Dr Achmad Jainuri MA (Pembina Bidang Pendidikan dan Litbang), Dr H Thohir Luth MA (Pembina Bidang Politik, HAM, dan Hubungan Ekstern), Ir H R Sulaiman (Pembina Bidang Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat), dr H Syamsul Islam SpMkMKes (Pembina Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat), H Admiral Manan (Pembina Bidang Kaderisasi dan Organisasi), dan Prof Dr H Imam Muchlas (Pembina Bidang Tarjih dan Tabligh).
Kepemimpinan PWM mengalami pergantian lagi melalui Musywil XIII di Madiun, 8-9 Dzulqa’dah 1426 H/ 10-11 Desember 2005. Susunan PWM 2005-2010 adalah sebagai berikut: Prof Dr H Fasich Apt (Penasehat), Prof Dr H Syafiq A Mughni MA (Ketua), Drs H Noer Cholis Huda MSi, KH Mu’ammal Hamidy Lc, Dr H Muhadjir Effendy MAP (Wakil Ketua), H Nadjib Hamid MSi (Sekretaris), Ir H Tamhid Masyhudi (Wakil Sekretaris), Ir H Imam Sugiri (Bendahara), Drs M Nidzhom Hidayatullah (Wakil Bendahara), Prof Dr H Achmad Jainuri MA (Koor Bidang Pendidikan dan Kebudayaan), Prof Dr H Thohir Luth MA (Koor Bidang Kesejahteraan dan Pemberdayaan Masyarakat), Prof Dr H Zainuddin Maliki MSi (Koor Bidang Publik dan Kehartabendaan), Dr H Saad Ibrahim MA (Koor Bidang Tarjih dan Tabligh), serta Drs HM Sulthon Amien MM (Koor Bidang Usaha dan Keuangan).

B.  STRUKTUR ORGANISASI PIMPINAN WILAYAH MUHAMMADIYAH JAWA TIMUR PERIODE 2010-2015

Penasihat
Prof. Dr. H. Fasich, Apt
Jln. Pucang Asri III/14 Surabaya
Prof. Dr. H. Syafiq Mughni, MA
Jln. Jendral Sudirman 3/1 Taman Jenggala Sidoarjo
Ketua
Prof. Dr. Thohir Luth, MA
Jln. Randu Agung X/11Singosari Malang
Wakil Ketua
Drs. H. Noer Cholis Huda. M.Si
Jln. Platuk Donomulyo V/11 Surabaya
Wakil Ketua
Dr. Muhadjir Effendy, MAP
Jln. Pisang Kipas Dalam Malang
Wakil Ketua
K.H Muammal Hamidy, LC
Jln. Tauman Tengah 246 Bangil
Wakil Ketua
Prof. Dr. H Achmad Jainuri, MA
Jln. Jendark Sudirman 59 Jenggala Sidoarjo
Wakil Ketua
Prof. Dr. H Zainuddin Maliki
Central Park A. Yani G-15 Surabaya
Wakil Ketua
Dr. H Saad Ibrahim, MA
Villa Bukit Sengkaling AF/13 Malang
Wakil Ketua
Drs. H.M Sulthon Amien. MM
Jln. Mojoklarngru Kidul C-38 Surabaya
Wakil Ketua
Prof. Dr.  Imam Robandi, MT
Perum ITS Jln. Hidrodinamika I/T-9
Wakil Ketua
dr. H. Sukadiono, MM
Jln. Gubeng Kertajaya V-E/25 D Surabaya
Sekretaris
H. Nadjib Hamid M.Si
Jln. Ubi VI/27-A Surabaya
Wakil Sekretaris
Ir. Tamhid Mayshudi
Penatar Sewu Tanggulangin Surabaya
Bendahara
Drs. H. Saifuddin Zaini, M.Pd.I
Jln. Wonocolo I/22 Surabaya
C.  PROSES AWAL PENGARUH DAN LAHIRNYA MUHAMMADIYAH KABUPATEN LAMONGAN
Gerak Muhammadiyah pada awal berdirinya sungguh amat terbatas, yaitu masih di Kauman Yogyakarta sampai tahun 1917. Setelah mendapat kesempatan untuk memperluas ruang geraknya, maka Muhammadiyah mulai menjangkau daerah-daerah sekitarnya yang sebelumnya sudah mengidamkan keberadaannya.
Tetap lestari dan berkembangnya gerakan Muhammadiyah tidak terlepas dari pendirian organisasi ini untuk tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis di Indonesia. Kegiatan politik praktis merupakan godaan berat selama perjalanan sejarah Muhammadiyah. Sikap tegas Muhammadiyah itulah agaknya menjadikan Muhammadiyah seperti tanaman yang subur dan dapat berkembang besar menyebar di Indonesia.
Pada tanggal 1 November 1921 Muhammadiyah berdiri di Surabaya dengan status cabang, diketuai oleh H. Mas Mansur dibantu oleh K. Usman, H. Ashari Rawi, dan H. Ismail. Di antaranya dari Surabaya inilah Muhammadiyah berpengaruh ke Lamongan. Tiga poros penting yang selanjutnya menjadi sentral penyebaran Muhammadiyah di Lamongan adalah Bagian Pesisir di Desa Blimbing (Paciran), Bagian Tengah di Desa Pangkatrejo (Kecamatan Sekaran) dan Bagian selatan di Kota Lamongan (Kecamatan Lamongan).
Seperti halnya tipe proses menyebarnya pengaruh Muhammadiyah di lain daerah yang kebanyakan dibawa oleh kaum pedagang, guru, pegawai pemerintah, dan muncul pada komunitas perkotaan, Muhammadiyah di Lamongan juga demikian. Akan tetapi ada satu hal yang menarik untuk dicatat bahwa Muhammadiyah di Lamongan lahir dari komunitas pedesaan, kemudian menjalar ke perkotaan. Kalau dianalisis kenyataan ini cukup beralasan bahwa lahirnya Muhammadiyah selalu didahului oleh tantangan yang ada sebelumnya. Besar dan kecilnya tantangan juga dapat menentukan frekuensi gerakan, disamping juga perlu diperhatikan aktor penggerak dan pendukungnya.
            Muhammadiyah mulai masuk di daerah Lamongan sekitar pada tahun 1926 M yang dibawa oleh H. Sa’dullah tepatnya di Desa Blimbing Kecamatan Paciran. Beliau dibantu juga oleh seorang wanita Islam yang bernama Zainab atau lebih dikenal dengan sebutan “Siti Lambah”. Mereka berdualah yang banyak memperjuangkan Muhammadiyah di wilayah sekitarnya. Namun dalam perkembangan selanjutnya Muhammadiyah tengah juga mengalami degradasi generasi yang diakibatkan para tokoh-tokohnya banyak yang masuk pada partai Masyumi pada waktu itu, bahkan aktivitasnya pun terkadang sering terbengkalai bahkan nyaris lenyap dari aktivitasnya.
            Setelah partai Masyumi bubar dari partai politik, para tokoh Muhammadiyah mulai kembali pada organisasi semula dan timbul greget untuk memikirkan gerakan keagamaan yang lebih efektif dan efisien. Berbagai lontaran pendapatpun muali muncul dan gagasan yang konstruktif pada waktu itu adalah membentuk majelis Hikmah yang diketuai oleh Muhammad Yasin. Majelis ini didirikan bertujuan sebagai wadah yang mampu menampung para aktivis Muhammadiyah yang frustasi dari Masyumi tersebut, dan sekaligus sebagai wahana dakwah untuk melangsungkan gerakan dan cita-cita persyarikatan Muhammadiyah.
            Dengan dibentuknya majelis hikmah ini maka pada waktu yang tidak lama kemudian terbentuk cabang Muhammadiyah di bawah pimpinan Zahri. Perkembangan dan gerakannya pun semakin lancar dan mendapat banyak sambutan dari masyarakat khususnya di wilayah pesisir atau pantai, dimana yang sampai sekarang menjadi basisnya yang terkuat dan sekaligus sebagai parameter Muhammadiyah di wilayah Jawa Timur.
            Pengembangan dan penyiaran dapat berjalan dengan dinamis dan cepat setelah mempunyai banyak tokoh-tokoh yang mumpuni dalam bidang keagamaan yang biasanya lebih banyak memberi atau diminta untuk mengisi pengajian-pengajian di kota dan di desa. Melalui pengajian-pengajian tersebut, para tokoh itu mulai memperkenalkan Muhammadiyah yang kemudian sedikit banyak membuat massa tertarik yang pada akhirnya masuk sebagai warga Muhammadiyah. Adapun basis mayoritas Muhammadiyah yang kental adalah di Paciran. 
Muhammadiyah Kabupaten Lamongan berkembang di wilayah Tengah tepatnya  di Desa Pangkatrejo. Sebelumnya perlu diketahui bahwa sejak tahun 1950 sampai 1960-an Desa Pangkatrejo merupakan hasil kain tenun ikat terbesar di Kabupaten Lamongan, ketenarannya mulai surut menjelang pemberontakan PKI tahun 1965, karena PKI mematikan saluran perdagangan dan umumnya di Indonesia pada masa itu terjadi krisis ekonomi. Keberadaan industri tenun inilah yang menjadikan sebagian masyarakat desa itu memilki mobilitas tinggi, ialah sebagai pedagang. Beberapa orang ternama diantaranya adalah Mastur, Suhari, M. Thohir, H. Mas’ud. Orang-orang itulah yang memotori berdirinya Muhammadiyah di Desa Pangkatrejo.
Di Bagian Selatan, sebetulnya sekitar tahun 1930-an faham Muhammadiyah sudah berpengaruh di Lamongan secara informal, artinya faham Muhammadiyah mulai diterima, dipahami, dan diamalkan oleh beberapa orang dibeberapa wilayah yang ada di Lamongan. Sudah berpengaruhnya Muhammadiyah pada masa itu, karena banyak ulama Lamongan yang ikut aktif dalam kegiatan organisasi besar, seperti Sarekat Islam (SI), dan dari sinilah mereka mengetahui adanya aliran pembaharuan yang dimotori oleh Muhammadiyah.
Beberapa ulama yang sudah berfaham Muhammadiyah pada saat itu diantaranya K.H. Syofyan Abdullah (Pangkatrejo), K.H. Sa’dullah (Blimbing Kecamatan Paciran), dan K. Khozin Jali (Kota Lamongan). Walaupun demikian mereka tidak bisa mendirikan Muhammadiyah sebagai organisasi, karena tantangan dari kelompok Islam tradisional sangat besar dan perlu dipelajari terlebih dahulu. Masyarakat Islam tradisional pada saat itu sudah mendapat pengayoman dari organisasi Nahdhatul Ulama (NU) yang sudah berkembang pesat. Tokoh NU di Kota Lamongan masa itu adalah K.H. Mastur Asnawi (dia adalah ayah dari Muchtar Mastur salah seorang tokoh Muhammadiyah di Kota Lamongan), sedangkan Pangkatrejo sudah dikuasai oleh NU yang dimotori oleh H. Abu Ali (dia adalah saudara dari K.H. Syofyan Abdullah yang berfaham Muhammadiyah).
Hal yang cukup penting untuk diketahui bahwa NU di Lamongan lahir dari komunitas perkotaan, lalu merembet ke pedesaan, sebaliknya Muhammadiyah terbentuk dari komunitas pedesaan, baru merembet ke perkotaan..
Sebelum berdirinya Muhammadiyah di Desa Pangkatrejo, faham ini sudah diterima oleh beberapa orang di desa itu. Seperti yang dinyatakan oleh M. Thohir dan diperkuat oleh Mangun bahwa pada tahun 1940-an di Pangkatrejo sudah ada kelompok belajar keagamaan yang sudah condong pada Muhammadiyah, kelompok ini diasuh oleh K.H. Syofyan Abdullah. Kelompok belajar ini selain diasuh oleh guru-guru setempat, juga mendatangkan guru dari Yogyakarta seperti, R. Hadiwinoto yang bertugas mengajarkan ilmu pengetahuan yang bersifat umum.
Pada tahun 1948 kelompok belajar tersebut diberi nama Madrasah Al Abdaliyah dan mulai menggunakan model klasikal. Kesadaran mulai muncul dari pembaharu saat itu, ialah sebuah gagasan akan arti pentingnya berjuang dan berdakwah melalui organisasi. Untuk itu  empat orang atas nama kelompok pembaharu, antara lain Suhari, Mastur, Bayinah dan M. Thohir dikirim ke Gresik untuk berkonsultasi dengan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Gresik pada awal tahun 1950 berkenaan dengan akan didirikannya organisasi Muhammadiyah di Desa Pangkatrejo. Dari sinilah kemudian terbentuk organisasi Muhammadiyah Ranting Pangkatrejo pada tahun 1953 diketuai oleh Abdul hamid, dibantu oleh M.Thohir, Bayinah, Mastur, dan H. Mansur, yang masih berada dalam pengawasan Cabang Muhammadiyah Gresik.
Pengaruh Muhammadiyah di Kota Lamongan seperti telah tersebut sudah ada sejak tahun 1937, tetapi secara organisasi belum dapat didirikan. Pada tahun itu ada usaha untuk mendirikan Muhammadiyah sebagai organisasi oleh H. Khozin Jali, sayang sekali sampai dia meninggal dunia usaha itu belum terealisasi. Usaha selanjutnya dilakukan oleh Hasan Buya pada zaman Jepang, usaha itu juga sia-sia, karena mendapat tekanan dari Jepang sebagaimana yang terjadi pada organisasi Muhammadiyah secara umum pada masa itu. Akhirnya usaha mendirikan organisasi Muhammadiyah tidak terlihat lagi sampai pada akhir revolusi fisik tahun 1949.
Pada tahun 1950 kegiatan pemerintahan di Kabupaten Lamongan mulai normal kembali setelah pada masa sebelumnya terganggu akibat Agresi Militer Belanda. Urusan keagamaan Kabupaten pada saat itu diperankan oleh personil-personil dari Kantor Urusan Agama (KUA) yang sekarang sudah berubah menjadi Departemen Agama (Depag). Ialah H. Mahmud salah seorang pegawai kantor itu (berasal dari Pangkatrejo) yang berfaham Muhammadiyah memberikan pengaruh pada sesama pegawai yang ada, dan berhasil mendirikan kelompok pengajian Muhammadiyah di kantor. Kelompok itu diketuai oleh H. Mahmud dibantu oleh H. Shaleh. Oleh karena kedua orang ini sering mengalami sakit, maka roda perkumpulan itu berjalan tidak normal. Bahkan ketika H. Shaleh dipindah ke Situbondo, kelompok itu benar-benar tidak terlihat lagi aktivitasnya. Akan tetapi di luar kantor (Kota Lamongan) sudah dapat didirikan kepanduan Hizbul Wathan pada tahun 1951 dipelopori oleh Abdul Hamid. Muchtar Mastur, dan Yasin Fathul dengan merekrut murid dari SMP PGRI Lamongan sebagai anggota. Dari Hizbul Wathan inilah dapat terbentuk pendidikan Muhammadiyah yang pertama kali di Kota Lamongan tahun 1952. Pendidikan itu antara lain Taman Kanak-Kanak diselenggarakan di rumah H. Shaleh, diasuh oleh Masrifah. Pada tahun itu juga didirikan SD dan SMP Muhammadiyah dengan meminjam gedung Madrasah Qomarul Wathan.
Dorongan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah diberikan pada Muchtar Mastur dan kawan-kawannya. Akhirnya setelah dorongan itu diperbincangkan, dapatlah dibentuk organisasi Muhammadiyah di Kota Lamongan pada tahun 1953 dengan susunan pengurus yang sangat sederhana. Organisasi ini diketuai oleh Muchtar Mastur dibantu oleh Yasin Fathul sebagai sekretaris, dan Muhammad Asyid sebagai bendahara. Pada awal berdirinya ini Muhammadiyah didukung oleh sekitar 50 simpatisan (belum berkartu anggota Muhammadiyah). Perlu diketahui bahwa pada saat itu Muchtar Mastur juga seorang pengurus Besar NU bagian Syuriah, dan keterlibatannya dalam PBNU berakhir pada tahun 1964.
Suatu hal yang sangat mengherankan, bagaimana seorang PB NU juga telah memimpin Muhammadiyah. Perlu diketahui, walaupun Muchtar Mastur seorang pengurus NU, namun jiwa keagamaannya sudah tidak sefaham lagi dengan organisasi itu. Dia merasa bahwa NU yang lebih condong menyuburkan masyarakat Islam tradisional tidak dapat dibenarkan. Muchtar disebut oleh orang-orang Muhammadiyah sebagai sangat keras dalam memberikan ceramah-ceramah keagamaan, bahkan tidak segan-segan mengkafirkan orang-orang yang tidak sefaham dengan Muhammadiyah. Masih ikut sertanya Muchtar Mastur dalam kepengurusan NU memberikan kemudahan baginya untuk menyampaikan pengajian-pengajian di tengah-tengah masyarakat NU, dan itu baginya merupakan kesempatan untuk memasukkan ide-ide pembaharuan. Pada perkembangan selanjutnya masyarakat mengetahui dari ketidakjelasan Muchtar itu, dan menyimpulkan bahwa Muchtar benar-benar telah ber-Muhammadiyah. Hal itu terlihat jelas dalam pemikirannya yang disajikan dalam setiap pengajian yang mengarahkan pada masyarakat NU meninggalkan tradisi-tradisi yang dianggapnya menyimpang dari Al Quran dan Al Hadits. Periode Muchtar dalam kepengurusan Muhammadiyah berakhir pada tahun 1963, kendali organisasi selanjutnya dipegang oleh R.H. Moeljadi (seorang mantan tokoh Masyumi), sedangkan Muchtar sendiri tetap aktif berjuang lewat Muhammadiyah. NU secara total ditinggalkan oleh Muchtar pada tahun 1964. Kepengurusan Moeljadi dalam Muhammadiyah memperoleh perkembangan yang pesat, yang dijelaskan pada pembahasan selanjutnya dalam tulisan ini.
Perkembangan Muhammadiyah di Lamongan mengalami kemajuan menyusul bubarnya Partai Masyumi pada tahun 1960. Pada masa itu banyak mantan anggota Masyumi yang tertarik pada persarikatan Muhammadiyah sebagai alternatif. Masuknya tokoh Masyumi dalam Muhammadiyah memberikan dampak yang besar bagi tumbuhnya organisasi, karena tokoh-tokoh itu kemudian diikuti oleh anak buahnya. Diantara tokoh-tokoh Partai Masyumi yang disegani di Lamongan saat itu adalah R.H. Moeljadi, H. Ali, dan H. Syamsul. Dalam periode Muchtar di Lamongan berusaha mempengaruhi beberapa tokoh Masyumi tersebut untuk ikut berjuang lewat Muhammadiyah. Keberhasilan usaha itu terlihat jelas dengan masuknya Moeljadi sebagai simpatisan Muhammadiyah, yang selanjutnya mengantarkan tokoh ini dalam tampuk kepengurusan Muhammadiyah sampai tahun 1978. Untuk H. Ali walaupun tidak mau masuk Muhammadiyah, tetapi sangat menghargai Muhammadiyah, dan dia memilih untuk berjuang lewat NU. Sedangkan H. Syamsul (dari Sugio) terkesan sangat anti terhadap Muhammadiyah.
Pada periode R.H. Moeljadi, Muhammadiyah memisahkan diri dari pengawasan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Bojonegoro (perlu diketahui bahwa cabang-cabang yang ada di Lamongan antara tahun 1957 sampai 1967 bernaung dibawah Daerah Muhammadiyah Bojonegoro, sedangkan sebelum tahun itu ada juga yang bernaung dibawah Cabang Muhammadiyah Gresik seperti yang dituturkan oleh M. Thohir). Muhammadiyah di Kabupaten Lamongan  berdiri sebagai Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor C-076/D-13, tanggal 11 September 1967 yang membawahi 5 buah cabang, antara lain :
a.  Cabang Lamongan, meliputi Wilayah Pembantu Bupati Lamongan.
b.  Cabang Babat, meliputi Wilayah Pembantu Bupati Ngimbang.
c.  Cabang Jatisari (Glagah), meliputi Wilayah Pembantu Bupati Karangbinangun.
d.  Cabang Pangkatrejo, meliputi wilayah Tuban, Pembantu Bupati Sukodadi.
e.  Cabang Blimbing (Paciran), meliputi Wilayah Pembantu Bupati Paciran.
Cabang-cabang tersebut di atas sebelumnya telah mendapat pengesahan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, antara lain : Cabang Lamongan nomor 1024, tanggal 11 Mei 1953, Jatisari nomor 1481 tanggal 2 Mei 1961, Babat nomor 1552, tanggal 4 Februari 1962, Blimbing nomor 1796, tanggal 1 Februari 1964, dan Pangkatrejo nomor 1707, tanggal 27 Juli 1963.
Kelima cabang itulah pada masa berikutnya berhasil mengembangkan Muhammadiyah di wilayah kerjanya masing-masing,

D.  PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH LAMONGAN SAAT INI 

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan sudah membawahi   Cabang, Ranting sebanyak 265 buah, dengan anggota berjumlah 59.337 orang. Sedangkan amal usaha yang dimiliki adalah bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan tabligh. Adapun jumlahnya masing sebagai berikut :

1. Bidang pendidikan
       TK : 122 buah, MIM : 113 buah, MTs : 29 buah, SMP : 21 buah, SMA : 11 buah, MA : 12 buah, SMEA : 3 buah, STM : 4  buah, SPP : 1 buah, STIT : 3 buah, STIS : 1 buah, dan STIE : 2 buah. Kemudian ditambah lagi dengan Pondok Pesantren : 7 buah, Madrasah Diniyah : 22 buah dan TPQ/TPA sebanyak 115 buah.
2. Bidang Kesehatan
      Rumah sakit : 2 buah, Rumah bersalin : 4 buah, BP/kesehatan : 9 buah, BKIA : 6 buah.
3. Bidang Sosial
      Panti Asuhan : 2 buah, Asrama Pelajar : 1 buah, Bakesos : 1 buah, BPR : 1 buah, Koperasi Sekolah : 146 buah, Home Industri : 16 buah, LKM : 1 buah dan TPI/pasar ikan : 1 buah.
4. Bidang Tabligh
            Masjid : 193 buah, Mushala : 337 buah dan tempat pengajian : 240 buah.
5. Organisasi Otonom
      Organisasi otonom tingkat Cabang yang dimiliki meliputi antara lain : Aisyiyah : 20 Cabang, Nasyiatul Aisyiyah : 20 Cabang, Pemuda Muhammadiyah : 24 Cabang, Ikatan Remaja Muhammadiyah : 24 Cabang, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah  : 3 Komisariat dan Tapak Suci Putra Muhammadiyah : 6  Pimcab.
E.   STRUKTUR PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH LAMONGAN PERIODE 2010 - 2015
·         Ketua                          :   Drs. K.H. Abdul Hakam Mubarok, Lc.
·         Wakil Ketua               :   K.H. Kusnan Sumber, S.Ag.
·         Wakil Ketua               :   Drs. H. Mustofa Nur, MM
·         Wakil Ketua               :   K.H. Abdul Hamid Muhanan, Lc.
·         Wakil Ketua               :   H. Subagio, SE.
·         Wakil Ketua               :   K.H. Afnan Anshori
·         Wakil Ketua               :   Drs. H.M. Nadjih Bakar, M.Si.
·         Wakil Ketua               :   Drs. K.H. Ali Hilmy, MA., M.Ag.
·         Sekretaris                    :   Drs. Shodiqin, M.Pd.
·         Wakil Sekretaris          :   H. Ahmad Zaini, B.Sc, Eng.
·         Bendahara                   :   Drs. H. Munadji
Nama Organisasi
:
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan
Berdiri
:
11 September 1967
SK Pendirian
:
C-076/D-13
Ketua Periode Pertama (1967-1970)
:
R.H. Moelyadi
Ketua Peiode (2010-2015)
:
KH. Drs. Abdul Hakam Mubarok, Lc, M.Ag.
Alamat Kantor :
:
Jl. Jl. Lamongrejo 107-109 Lamongan 62213. 
Telp. / Fax
:
0322-321130 / 0322-322705
Email
:
Web-blog
:
Jaringan Muhammadiyah
1.   Pimpinan Cabang (PCM)
2.  Pimpinan Ranting (PRM)
:
:
27 Cabang
347 Ranting
Majelis-Majelis
:
1.     Majelis Tarjih dan Tadjid
2.     Majelis Tabligh
3.     Majelis Pembina  Kesehatan Umum (MPKU)
4.      Majelis Pendidikan Kader (MPK)
5.      Majelis Pustaka dan Informasi (MPI)
6.      Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK)
7.       Majelis Lingkungan Hidup (MLH)
8.      Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM)
9.     Majelis Pelayanan Sosial (MPS)
10.  Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MH-HAM)
11.  Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen)
12.  Majelis Wakaf dan Kehartabendaan (MWK)
Lembaga-Lembaga
:
1.      Lembaga Amal Zakat Infaq dan Shodaqqoh (LAZIS)
2.      Lembaga Pengawas Pengelolaan Keuangan
3.      Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
4.      Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
5.       Lembaga Penanganan Bencana
6.       Lembaga Seni Budaya dan Olahraga
7.   Lembaga Penelitian dan Pengembangan
Organisasi Otonom
:
1.       Aisyiyah
2.       Pemuda Muhammadiyah
3.       Nasyiyatul Aisyiyah
4.       Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah
5.       Ikatan Pelajar Muhammadiyah
6.       Hizbul Wathan
7.       Tapak Suci

F. DATA LEMBAGA AMAL USAHA MUHAMMADIYAH PDM LAMONGAN
No
Jenis Amal Usaha
Jumlah
1
TK
136
2
Playgroup
140
3
SD
7
4
MI
100
5
SMP
26
6
MTs
29
7
SMA
11
8
SMK
12
9
MA
9
10
Pondok Pesantren
9
 11
Sekolah Tinggi
5
12
Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, BP, dll
11
13
Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga, dll.
4
14
Apotek
6
15
Koperasi
27
16
Sekolah Luar Biasa (SLB) *
1
17
Masjid *
266
18
Musholla *
320
19
Tanah *
465720 m2
G.  SUSUNAN ANGGOTA PIMPINAN CABANG MUHAMMADIYAH MODO PERIODE 2010-2015
  • KETUA                           :    H. ABDUL AZIZ, M.Ag.
  • WAKIL KETUA              :    Drs. ALI SHODIKIN
( Koordinator Majelis TABLIGH & MPM)
  • WAKIL KETUA              :    MUHANIN, S.Pd.I.
( Koordinator Majelis Ekonomi-Wirausaha & Wakaf-Kehartabendaan)
  • WAKIL KETUA              :    H. HANAFI
( Koordinator Majelis MPKU dan Pelayanan Sosial)
  • WAKIL KETUA              :    Drs. TASIR, M.Pd.
( Koordinator Majelis Dikdasmen & MPK)
  • SEKRETARIS                  :    MUHAMMAD SUUD, S.Pd.I.
  • WAKIL SEKRETARIS   :    DALAIL KHOIROT, S.Pd.
  • BENDAHARA                 :    H. SUMINTO
  • WAKIL BENDAHARA  :    DARWOTO, S.E.
H.  DATA LEMBAGA AMAL USAHA MUHAMMADIYAH PCM MODO


Mis Muhammadiyah Medalem Kec. Modo
Dusun Ganggang Desa Medalem Kecamatan Modo
Mis Muhammadiyah Sumberagung
Jln. Mangunsidi No 8 Dsn. Pulo Ds. Sumberagung Kec. Modo Kab. Lamongan Jawa Timur
Mis Nahdlatul Ulama Toronglo
Dusun Toronglo Desa Sumberagung Kecamatan Modo Kabupaten Lamonga
Smk Muhammadiyah 6 Modo
Jl. Lapangan Olahraga Kec. Modo
I.     KEUNGGULAN-KEUNGGULAN AMAL USAHA LEMBAGA PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH DI DAERAH LAMONGAN
Sekolah merupakan tempat belajar dan mentransfer ilmu pengetahuan serta merupakan bagian terpenting dalam mengenyam pendidikan bagi masyarakat sekitar terutama untuk anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Sekolah itu ada untuk meningkatkan pendidikan di daerah tersebut dan taraf hidup yang ada di masyarakat. Sekolah juga berfungsi menunjangkan perkembangan siswa dalam belajar untuk mencapai prestasi dan cita-citanya.
Adapun keunggulan dari sekolah-sekolah yang ada di daerah Lamongan diantara sebagai berikut :
  • Sekolah-sekolah baik dari SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK memiliki jumlah yang banyak dibanding sekolah negeri. Artinya perkembangan sekolah di daerah lamongan khususnya sekolah Muhammadiyah mengalami perkembangan pendidikan yang cukup pesat. Dimana tiap-tiap desa, kecamatan, kabupaten terdapat banyak sekolah Muhammadiyah di daerah Lamongan. Hal ini menunjukkan juga perkembangan dakwah Muhammadiyah dalam menyadarkan masyarakat sekitar betapa pentingnya pendidikan itu terutama untuk anak-anak.
  • Sekolah Muhammadiyah memiliki pendidikan Islam tersendiri dibandingkan dengan sekolah negeri lainnya. Sekolah Muhammadiyah juga memiliki pendidikan Islam yang lebih lengkap baik secara wacana maupun keilmuan keislamannya. Hal ini juga untuk meningkatkan perkembangan siswa dalam belajar Islam sehingga dapat menjadikan siswa tersebut memiliki akhlak yang baik (Akhlaqul Karimah) dan dapat mengamalkannya di kehidupan masyarakat sekitarnya. Dengan banyak sekolah Muhammadiyah di daerah Lamongan diharapkan pendidikan dan dakwah Islam bisa lebih berkembang di daerah Lamongan, sehingga dapat meningkatkan pendidikan di daerah tersebut terutama pendidikan Islam demi terwujudnya kemajuan taraf hidup masyarakat dan menuju masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
BAB III PENUTUP
  1. Kesimpulan
Muhammadiyah telah menunjukkan kiprahnya dalam membangun masyarakat terutama dalam aspek pendidikan di daerah Lamongan. Gerakan pendidikan Muhammadiyah di daerah Lamongan sekarangpun berkembang cukup pesat dengan banyaknya lembaga sekolah yang ada di daerah tersebut dari mulai TK sampai Perguruan Tinggi. Hal ini merupakan potensi gerakan pendidikan Muhammadiyah  untuk membangun dan mencerdaskan masyarakat cukup besar terutama di daerah Lamongan. Dengan semakin berkembangnya pendidikan Islam Muhammadiyah di daerah lamongan dapat meningkatkan gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan sangat efektif dilakukan terutama lewat lembaga pendidikan. Hal ini juga dapat meningkatkan perkembangan pendidikan Islam sehingga lembaga pendidikan muhammadiyah mampu menghasilkan sumber daya manusia unggulan dan memilki kepribadian Muslim yang baik.      
B.  Saran dan Masukan terhadap organisasi kemuhammadiyahan di daerah Lamongan
a)      Lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah harus selalu meningkatkan fasilitas, sarana dan prasarana dalam menunjangkan keberlangsungan pendidikan Islam Muhammadiyah 
b)      Untuk mengenai TK, Bustanul Athfal, Playgroup dan TPQ hendaknya dijadikan wahana persemaian iman bagi murid, baik dalam hal akhlaq atau kepribadian dan tetap memberikan ruang kreativitas yang sesuai sehingga tidak mematikan perkembangan jiwa anak-anak tersebut.
c)      Meningkatkan pendidikan kewirausahaan atau keterampilan di lembaga-lembaga sekolah Muhammadiyah demi menunjangkan kemajuan pembangunan sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing serta meningkatnya perekonomian masyarakat di daerah Lamongan        
C.  Usulan program-program perkembangan Muhammadiyah di daerah Lamongan
a)      Memberikan tambahan pelajaran tentang kewirausahaan atau pendidikan keterampilan di lembaga-lembaga Sekolah Muhammadiyah dalam menghadapi era Globalisasi.
b)      Membangun dan Menambah Lembaga-lembaga sekolah serta meningkatkan fasilitas, sarana atau prasarana yang jumlah masih sedikit terutama Sekolah Luar Biasa (SLB). Sekolah tersebut sangat dibutuhkan bagi siswa-siswa mangalami cacat sehingga mampu menunjang perkembangan pendidikan siswa-siswa tersebut dan tetap terus meningkat kuantitas dan kualitas tenaga pendidikannya.
c)      Meningkatkan kegiatan-kegiatan keagamaan bagi siswa-siswa di luar pendidikan sekolah dengan mengadakan pengajian rutin bagi siswa-siswa sekolah agar tetap terjaga persemaian imannya, juga semakin bertambah wahana keilmuan dan keislaman sehingga dapat meningkatkan pendidikan Islam Muhammdiyahnya terutama bagi siswa-siswa tersebut.
D.  Rekomendasi diusulkan kepada Pimpinan Muhammadiyah dan Lembaga Sekolah Muhammadiyah di daerah  Lamongan
DAFTAR PUSTAKA
KH. Syarqowi , Ridlwan, KH. Ahmad Adnan Noer . 2005.Siapa dan Siapa 50 Tokoh Muhammadiyah Jawa Timur .Hikmah Press: Surabaya
Ahmad Najib Burhani, op cit, hlm. 137.
Mustakim. 2011.Matahari Terbit di Kota Wali, Sejarah Pergerakan Muhammadiyah Gresik 1926-2010.MUHIpress:Gresik
Syuhadi,Fathurrahim.2006.Mengenang Perjuangan Sejarah Muhammadiyah Lamongan 1936-2005.Java Pustaka Media Utama:Surabaya.
KH. Ahmad Adnan Noer, Catatan Kehidupan Pribadi dan Keluarga (manuskrip) dan KH. Ahmad Adnan Noer, Catatan Aneka Warna (manuskrip dimulai dari tahun 1951), dalam Sjamsudduha, Konflik dan Rekonsiliasi NU Muhammadiyah (Surabaya: Bina Ilmu, 1999), hlm. 61-62. Kesemuanya tersimpang di Perpustakaan PW Muhammadiyah Jawa Timur.
http://ndangcerung.wordpress.com/2011/08/02/muhammadiyah-pesisir/#_ftn29

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PLENO 1 KPP 2014-2015

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI) CABANG SUKOHARJO KOMISARIAT AHMAD DAHLAN I PERIODE 2013-2014 BIDANG KEWIRAUSAHAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESI Sekretariat; Dk. Morodipan Rt 02/Rw 01 Gonilan kartasura Sukoharjo Email: hmi_ad1@yahoo.com ,@Hmi_komAD1, Hp 085870179547/085740012136 Presidium sidang pleno 1 Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sukoharjo Komisariat Ahmad Dahlan I yang saya hormati, Pengurus Komisariat Ahmad Dahlan I yang saya banggakan, Kanda / Yunda pengurus Cabang dan MPKPK Komisariat Ahmad Dahlan I yang saya hormati, Adinda kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam yang saya banggakan dan saya sayangi, Tamu undangan dan semua kader HMI Cabang Sukoharjo yang telah rela berjuang untuk perubahan bangsa dan Negara yang saya hormati, BAB I PENDAHULUAN             Assalamualaikum warohmatulluhi wabarokatu             Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT   atas segala limpahan nikmat serta hidayah sehi

PROPOSAL USAHA YOGA

PROPOSAL USAHA YOGA PROPOSAL USAHA YOGA Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kewirausahaan Disusun Oleh :  Nama : Yoga Pradito W NIM : J310120039 PROGRAM STUDI GIZI S1 FAK ULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015   KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT serta shalawat dan salam kami sampaikan hanya bagi tokoh dan teladan kita Nabi Muhammad SAW. Diantara sekian banyak nikmat Allah SWT yang membawa kita dari kegelapan ke dimensi terang yang memberi hikmah dan yang paling bermanfaat bagi seluruh umat manusia, sehingga oleh karenanya kami dapat menyelesaikan tugas kewirausahaan ini dengan baik dan tepat waktu. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan proposal ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh guru pada mata kuliah kewirausahaan Gizi S1 . Dalam proses penyusunan tugas ini kami menjumpai hambatan, na

Donat Kampung

Donat Kampung Donat kamp ung yang padat namun em puk seperti bantal selalu membuat saya bern ostalgia tentang masa kecil. Dulu waktu saya masih tinggal di Paron dan duduk di bangku Sekolah Dasar,  kami memiliki tetangga yang luar biasa baik hati. Hampir setiap minggu sepiring donat hangat yang baru saja keluar dari penggorengan dengan taburan gula halus di permukaanya akan diantarkan ke rumah. Saat itu kondisi perekonomian orang tua saya cukup memprihatinkan dengan empat orang anak kecil yang memiliki nafsu makan seperti raksasa, membuat Ibu saya benar-benar harus mengatur keuangan dengan sangat ketat. Jajan makanan di luar merupakan kemewahan dan tidak pernah kami lakukan bahkan walau hanya untuk sepotong pisang goreng yang dijual di warung kopi di sebelah rumah.  Menyanta p donat hangat tidak pernah muncul di dalam be nak kami hingga tiba-tiba di satu sore yang mendung salah satu anak gadis tetangga sebelah mengetuk pintu r umah dan mengulurkan sepiring makana