Makalah Kemuhammadiyahan
Makalah
KEMUHAMMADIYAHAN
Makalah ini
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kemuhammadiyahan
Disusun Oleh :
Nama : Yoga Pradito W
PROGRAM STUDI
GIZI S1
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur
kita panjatkan kepada Allah SWT serta shalawat dan salam kami sampaikan hanya
bagi tokoh dan teladan kita Nabi Muhammad SAW. Diantara sekian banyak nikmat
Allah SWT yang membawa kita dari kegelapan ke dimensi terang yang memberi
hikmah dan yang paling bermanfaat bagi seluruh umat manusia, sehingga oleh
karenanya kami dapat menyelesaikan tugas kewirausahaan ini dengan baik dan
tepat waktu.
Adapun maksud dan
tujuan dari penyusunan proposal ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh guru pada mata kuliah
Kemuhammadiyahan Gizi S1.
Dalam proses penyusunan
tugas ini kami menjumpai hambatan, namun berkat dukungan dari berbagai pihak,
akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan cukup baik, oleh karena itu
melalui kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada semua pihak terkait yang telah membantu
terselesaikannya tugas ini.
Segala sesuatu yang
salah datangnya hanya dari manusia dan seluruh hal yang benar datangnya hanya
dari agama berkat adanya nikmat iman dari Allah SWT, meski begitu tentu tugas
ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan pada tugas
selanjutnya. Harapan kami semoga tugas ini bermanfaat khususnya bagi kami dan
bagi pembaca lain pada umumnya.
Sukoharjo, 16 Januari 2015
Penyusun
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
a)
SEJARAH
MUHAMMADIYAH
1.
Kh.
Ahmad Dahlan
PENDIRI PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH
Ahmad Dahlan yang waktu
mudanya bernama Muhammad Darwis, lahir pada tanggal 1 Agustus 1868 di Kampung
Kauman Yogyakarta. Ayahnya seorang alim bernama Kyai Haji Abubakar bin Kyai Haji
Sulaiman, pejabat Khatib di masjid besar Kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah
putri Haji Ibrahim bin Kyai Haji Hassan, pejabat penghulu kesultanan.
Ahmad Dahlan tidak
mengenyam pendidikan formal, sebab orang-orang Islam melarang anaknya masuk
sekolah Gubernemen Belanda. Ia didik Ayahnya sendiri selanjutnya mengaji Bahasa
Arab, Tafsir, Hadits dan Fiqih kepada Ulama-ulama di Yogyakarta.
Dua kali di Makkah
belajar pada Syekh Ahmad Chatib, belajar Ilmu Tahuhid, Fiqih, Tasawuf, Falah
dan yang menarik hatinya adalah Tafsir Al-Manar karya Muh. Abduh. Keprihatinan
Ahmad Dahlan melihat pengalaman Islam di Indonesia sehingga ia bertekad untuk
bekerja keras mengembalikan Islam sebagaimana landasan aslinya yaitu Al Qur’an
dan Al Hadits. Hal in nampak seperti apa yang dikatakannya :
Saya mesti bekerja
keras, untuk meletakkan batu pertama daripada amal yang besar ini. Kalau
sekiranya saya lambatkan atau saya hentikan lantaran sakitku ini maka tidak ada
orang yang sanggup meletakkan dasar itu. Saya sudah merasa bahwa umur saya
tidak akan lama lagi. Maka jika saya sedikit itu, mudahlah yang dibelakang
nanti untuk meyempurnakannya.
Untuk mewujudkan cita-citanya KH. Ahmad
Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah pada tanggal 18 Nopember 1912.
Kerja keras KH. Ahmad
Dahlan mendapat pengakuan Pemerintah RI sebagaimana tertera dalam Surat
Keputusan Presiden No. 657 Tahun 1961 menetapkan KHA. Dahlan sebagai Pahlawan
Nasional, Dasar dan Penetapan ini adalah :
1. KH. Ahmad Dahlan telah memelopori
kebangunan Umat Islam Indonesia untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa
terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
2. Dengan Organisasi Muhammadiyah yang
didirikannya telah memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran
yang menuntut kemajuan, kecerdasan dan beramal bagi masyarakat dan umat dengan
dasar iman dan islam.
3. Dengan Organisasinya Muhammadiyah
telah memelopori amal-amal sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi
kebangunan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
4. Dengan Organisasinya Muhammadiyah bagian
wanita telah memelopori kebangunan wanita bangsa Indonesia untuk mengecap
pendidikan dan sosial.
Sebelum wafatnya KH A. Dahlan berpesan kepada kita :
“ AKU TITIPKAN MUHAMMADIYAH KEPADAMU”.
2. K.H. Ibrahim Periode : 1923 – 1934
KH. Ibrahim dilahirkan
di kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 7 Mei 1874, Ia adalah putra dari KH.
Fadlil Rachmaningrat, seorang penghulu Hakim Negeri Kesultanan Yogyakarta pada
Zaman Sultan Hamengkubuwono ke VII, dan ia merupakan adik kandung Nyai Ahmad
Dahlan.
Ngaji Al Qur’an sejak usia 5 tahun. Pada
usia 17 tahun ke Makkah menunaikan ibadah haji dan selanjutnya menuntut ilmu
selama kurang lebih 8 tahun. Sepulang dari Mekkah dikenal sebagai ulama besar
yang cerdas.
Bulan Maret 1923 kala
Rapat Tahunan (Kongres), KH. Ibrahim dipilih dipilih sebagai pengganti Bapak
KH. Ahmad Dahlan dan selanjutnya kali berturut-turut Rapat Tahunan (Kongres)
memilih beliau.
Selama kepemimpinan beliau Muhammadiyah
berkembang pesat ke seluruh Indonesia terutama di bidang Pendidikan dan pada
awal tahun 1934 di usia ke 46 tahun beliau wafat.
3. K.H. Hisyam Periode 1934-1936
KH. Hisyam lahir di
kampung Kauman Yogyakarta tanggal 10 Nopember 1883 dan wafat pada tanggal 20
Mei 1945. Ia memipin Muhammadiyah selama tiga periode yaitu hasil Kongres
Muhammadiyah ke 23 di Yogyakarta, Kongres ke 24 di Banjarmasin dan Kongres ke
25 di Batavia (Jakarta) pada tahun 1936.
Yang paling menonjol
pada diri nHisyam adalah ketertiban administrasi dan manajemen organisasi pada
zamannya. Pada periode kepemimpinannya, titik perhatian Muahammadiyah lebih
banyak diarahkan pada masalah pendidikan dan pengajaran, baik pendidikan agama
maupun pendidikan umum.
Pada periode Hisyam
Muhammadiyah sudah memiliki 103 Volkschool, 47 Standaardschool, 69 Hollands
Inlandse School (HIS), dan 25 Schakelschool, sekolah-sekolah Muhammadiyah saat
itu merupakan salah satu pendidikan yang didirikan pribumi yang dapat menyamai
kemajuan pendidikan sekolah-sekolah Belanda, sekolah-sekolah Katolik dan
sekolah-sekolah Protestan.
4. K.H. Mas Mansur Periode 1937-1942
Mas Mansur lahir pada
hari Kamis tanggal 25 Juni 1896 di Surabaya, Ibunya bernama Raudhah seorang
wanita kaya yang berasal dari keluarga Pesantren Sidoresmo Wonokromo Surabaya.
Ayahnya bernama KH Mas Ahmad Marzuqi, seorang pioneer Islam, ahli Agama yang
terkenal di Jawa Timur yang berasal dari keturunan Bangsawan Astatinggi Sumenep
Madura dan dikenal sebagai Imam tetap dan Khotib Masjid Agung Ampel Surabaya.
Sejak kecil KH. Mas
Mansur belajar di Pesantren Sidoresmo. Tahun 1906 pada usia 10 tahun dikirim
ayahnya ke Pesantren Demangan Bangkalan Madura, dua tahun kemudian dia dikirim
ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji dan belajar agama selama lebih kurang 4
(empat) tahun. Kemudian dia meneruskan pendidikan di Mesir dan sebelum kembali
di Indonesia pada tahun 1915 dia singgah ke Makkah selama 1 tahun.
Tahun 1921 Mas Mansur
masuk Organisasi Muhammadiyah. Tahap demi tahap dilalui dengan mantap. Setelah
menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya, kemudian menjadi Konsul
Muhammadiyah Wilayah JATIM. Kehadiran Mas Mansur membawa angin segar di tubuh
Muhammadiyah yang pada saat itu kaum muda Muhammadiyah menghendaki perubahan di
kepengurusan Muhammadiyah yang didominasi kaum tua. Kongres Muhammadiyah ke 26
di Yogyakarta tahun 1937 telah menetapkan KH. Mas Mansur sebagai ketua PB.
Muhammadiyah.
Kecintaan pada tanah air tercermin di
lembaga-lembaga yang didirikan antara lain : Nadhlatul Al Wathan, Khitab Al
Wathan, Ahl Al Wathan, Faru’ Al Wathan dan Hidayah Al Wathan. Tokoh Nasional
yang terkenal yaitu empat serangkai mereka adalah : Ir. Soekarno, Drs. Moh.
Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH. Mas Mansur.
Di tengah pecahnya
perang kemerdekaan yang berkecamuk itulah, Mas Mansur meninggal di tahanan pada
tanggal 25 April 1946. jenazahnya dimakamkan di Gipo Surabaya. Atas
jasa-jasanya, oleh Pemerintah Republik Indonesia ia diangkat sebagai Pahlawan
Naional bersama teman seperjuangannya, yaitu KH. Fakhruddin.
5. Ki Bagus Hadikusumo Periode 1942-1953
Dilahirkan di kampung
Kauman Yogyakarta dengan nama R. Hidayat pada 11 Rabi’ul Akhir 1038 Hijriyah.
Sekolahnya tidak lebih dari sekolah rakyat (sekarang SD) ditambah mengaji dan
besar di Pesantren. Tetapi berkat kerajinan dan ketekunan mempelajari
kitab-kitab terkenal akhirnya menjadi orang alim, muballigh dan pemimpin Muhammadiyah
yang besar andilnya dalam penyusunan Muqaddimah UUD 1945. Yaitu pokok-pokok
pikirannya dengan memberikan landasan Ketuhanan, Kemanusiaan, Keberadaban dan
Keadilan. Ki Bagus juga sangat produktif untuk menuliskan buah pikirannya. Buku
karyanya antara lain Islam sebagai Dasar Negara dan Akhlak Pemimpin, Risalah
Katresnan Djati (1935), Poestaka Hadi (1936), Poestaka Islam (1940), Poestaka
Ichsan (1941) Poestaka Imam (1954), dll. Dari buku-buku karyanya tersebut
tercermin komitmennya terhadap etika dan bahkan juga syarat Islam.
Ki Bagus Hadiusumo
berani menentang perintah pimpinan tentara Dai Nippon yang terkenal ganas dan
kejam untuk memerintahkan ummat Islam dan Warga Muhammadiyah melakukan upacara
kebaktian tiap pagi sebagai penghormatan kepada Dewa Matahari.
Ia menjadi Ketua Pengurus Besar
Muhammadiyah selama 11 tahun (1942-1953) dan wafat pada usia 64 tahun.
Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Perintis
Kemerdekaan Nasional Indonesia.
6. Buya A.R. Sutan Mansyur Periode 1953-1959
Ranah Minang pernah
melahirkan salah seorang tokoh besar Muhammadiyah, yaitu Ahmad Rasyid Sutan
Mansur. Ia lahir di Maninjau, Sumatera Barat pada Ahad malam senin 26 Jumadil
Akhir 1313 Hijriyah yang bertepatan dengan 15 Desember 1895.
Ahmad Rasyid masuk
sekolah di Inlandshe School (IS) pada tahun 1902-1909, sedangkan pendidikan
agama semasa kecil langsung ditangani kedua orang tuanya, selanjutnya dia
menimba ilmu agama kepada Ulama besar seperti : Dr. Abu Hanifah, Dr. Abdul
Karim Amrullah, Haji Rasul (1910-1917), ia belajar tauhid Bahasa Arab, Ilmu
Kalam, Mantiq, Tarikh, Tasawuf, Al Qur’an, Tafsir dan Hadits.
Keinginannya belajar ke Kairo batal
karena dilarang Pemerintah Koonial Belanda, lalu ia ke Pekalongan untuk
berdagang dan jadi guru agama dan Muballigh. Di Kota Pekalongan inilah
berinteraksi dengan Bapak KH. Ahmad Dalan dan dengan suka cita masuk anggota
Muhammadiyah yang selanjutnya tahun 1923 ia menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah
Pekalongan. Tahun 1931 Sutan Mansur dikukuhkan sebagai konsul Muhammadiyah
(pimpinan wilayah) Sumatera Barat.
Tahun 1938 saat Bung Karno diasingkan di
Bengkulu, Sutan Mansur diangkat sebagai Penasehat Agama Bung karno, Wakil
Presiden M. Hatta mengangkatnya menjadi Imam Tentara dengan pangkat Mayor
Jenderal Tituler. Permintaan Pemerintah agar supaya Sutan Mansur sebagai
Penasehat TNI AD berkantor di MBAD Jakarta dan permintaan Presiden Sukarno
untuk ke Jakarta sebagai Penasehat Presiden ditolak karena ia harus keliling
Sumatera untuk Tabligh.
Dua periode Sutan
Mansur menjabat Ketua PB. Muhammadiyah (1953-1956) dan (1956-1959). Buya H.A.
Achmad Rasyid Sutan Mansur wafat senin tanggal 25 Maret 1985/3 Rajab 1405 di
Jakarta pada usia 90 tahun, Buya Hamka menyebutnya sebagai Ideolog Muhammadiyah
dan M. Yunus Anis dalam salah satu Kongres Muhammadiyah menyatakan bahwa di
Muhammadiyah ada 2 bintang : Bintang Timur adalah KH. Mas Mansur, Surabaya dan
Bintang Barat adalah AR. SUtan Mansur.
7. Hm. Yunus Anis Periode 1959 -1962
KH. Yunus Anis lahir di
Kauman Yogyakarta tanggal 3 Mei 1903 yang masih ada hubungan kerabatan dengan
Sultan Mataram. Sejak kecil dididik agama oleh kedua orang tua dan datuknya
sendiri.
Pendidikan formalnya Sekolah Rakyat di
Yogyakarta dilanjutkan ke sekolah Al-Atas dan sekolah Al-Irsyad di Batavia
(Jakarta) yang dibimbing oleh Syekh Ahmad Syurkati kawan seperjuangan KH. Ahmad
Dahlan.
Tahun 1924 – 1926
menjabat Pengurus Cabang Muhammadiyah Batavia. Tahun 1934 – 1936 dan 1953 –
1958 menjabat Sekretaris Umum PP. Muhammadiyah. Karena kemampuannya dalam
bidang agama, TNI mengangkatnya sebagai Imam Tentara (Kepada Pusroh ADRI).
Muktamar Muhammadiyah ke 34 di
Yogyakarta memilih KH. Yunus Anis sebagai Ketua PP. Muhammadiyah.
8. Ahmad Badawi Periode 1962 – 1968
Ahmad Badawi lahir di
Kauman Yogyakarta pada tanggal 5 Pebruari 1902, Ayahnya KH. Fakih adalah
keturunan dari Panembahan Senopati, sedangkan ibunya Nyai Siti Habibah adalah
adik kandung KH. Ahmad Dahlan.
Pendidikan formalnya
hanya di Madrasah Muhammadiyah Yogyakarta, sedangkan pendidikan agama selain
dari orang tuanya sendiri banyak diperoleh di pondok-pondok yang antara lain :
· 1908 – 1913 di Lerab Karang Anyar, Imu
Nahwu Sharaf.
· 1913 – 1915 di Termas Pacitan, pada
KH. Dimyati.
· 1915 – 1920 di Busuk Wangkul Pasuruan.
· 1920 – 1921 di Pandean Semarang.
Di bidang Tabligh A.
Badawi sangat berprestasi sehingga pada tahun 1933 dipercaya menjadi ketua
Majlis Tabligh PP. Muhammadiyah. A. Badawi terpilih menjadi ketua PP.
Muhammadiyah pada Muktamar ke 35 di Jakarta untuk periode 1962 – 1965 dan
terpilih kembali pada Muktamar ke 36 untuk periode 1965 – 1968.
Di era kepemimpinan
Badawi Muhammadiyah dan Partai Masyumi menjadi target PKI untuk dihancurkan,
tapi kepiawaian Badawi melobi dan pendekatan kepada Sorkarno sehingga sejak
1963 Badawi diangkat menjadi Penasehat pribadi Presiden di bidang Agama.
Bahkan keberadaan Muhammadiyah sangat
dibutuhkan Soekarno sebagai Balance of Power Policy dari PNI, PKI dan NU yang
dirasanya lebih dekat.
Sisi lain dari kemampuannya sebagai
pemimpin. Badawi juga produktif menulis barbagi buku /kitab, Badawi meninggal
pada hari Jum’ah 25 April 1969 di RS PKU Muhammadiyah yang masih berstatus
anggota DPA.
9. Kh. Faqih Usman Periode 1968 – 1969
KH. Faqih Usman, lahir
di Gresik Jatim pada tanggal 2 Maret 1904. semasa kecil ayahnya selalu
mengajari Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Umum. Menginjak remaja ia belajar di
Pondok Gresik (1914-1918), selanjutnya ke Pondok–pondok di luar Kota Gresik
(1918-1924). Faqih Usman dikenal memiliki Entreupreneurship yang kuat, usaha
bisnisnya cukup berhasil; penyediaan alat-alat bangunan, galangan kapal, tenun
dll. Faqih Usman menjabat sebagai ketua Majlis Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur
periode 1932-1936. Pada saat KH. Mas Mansur di pilih menjadi ketua PP.
Muhammadiyah pada tahun 1936, KH. Faqih Usman menggantikannya menjadi Konsul
Muhammadiyah Jawa Timur. Faqih Usman juga banyak terlibat gerakan-gerakan Islam
ataupun kemasyarakatan yang antara lain :
· Tahun 1937 Majlis Islam A’la Indonesia
(MIAI).
· Tahun 1940-1942 Anggota Dewan Kota
Surabaya.
· Tahun 1945 Anggota Komite Nasional
Pusat dan Ketua Komite Nasional Surabaya.
· Tahun 1959 menerbitkan majalah Panji
Masyarakat bersama HAMKA dll.
Ikut aktif dalam
mendirikan partai MASYUMI pada tanggal 7 Nopember 1945 di Yogyakarta dan Tahun
1952 menjabat ketua II partai MASYUMI hingga MASYUMI bubar tahun 1968.
Karena kemampuan KH Faqih Usman jualah,
pemerintah mempercayakannya untuk memimpin Departemen Agama tahun 1950. Tahun
1951 diangkat menjadi Kepala Jawatan Agama Pusat tanggal 3 April 1952 dipercaya
kembali sebagai Menteri Agama pada masa Kabinet Wilopo.
Kepribadian
Muhammadiyah adalah hasil rumusan KH. Faqih Usman pada periode kepengurusan KH
Ahmad Badawi yang diterima dan disyahkan dalam Muktamar ke 35 tahun 1962 di
Jakarta. KH. Faqih Usman terpilih sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah pada
Muktamar Muhammadiyah ke 37 tahun 1968 di Yogyakarta. Namun hanya beberapa hari
saja jabatan itu diembannya sebab pada tanggal 3 Oktober 1968 ia berpulang ke
Rahmatullah, selanjutnya pimpinan dipegang KH. AR Fachrudin.
10. Kh. Abdur Rozzaq Fachruddin Periode 1968 – 1990
KH. Abdur Rozzaq
Fachruddin yang terkenal dengan panggilan pak AR adalah pemegang rekor paling
lama memimpin Muhammadiyah yaitu selama 22 tahun (1968-1990). Ia lahir tanggal
14 Pebruari 1916 di Cilangkap, Purwaringan, Pakualaman Yogyakarta.
Pendidikan formalnya : Standaard School
(SD) Yogyakarta, Madrasah Muallimin Muhammadiyah Kulon Progo, menimba ilmu
kepada para kyai diantaranya KH. Fachruddin ayahnya sendiri, KH. Abdullah Rosad
dan KH Abu Amar. Selanjutnya Madrasah Darul Ulum Muhammadiyah Sewugalur dan
sekolah Madrasah Tabligh School Muhammadiyah. Selepas sekolah langsung
mengemban tugas dakwah/guru dari Hoofdbestuur Muhammadiyah ke berbagai daerah
di Sumatera.
Mendirikan sekolah Wustha Muallimin
Muhammadiyah setingkat SMP di Ogan Komiring. Sekolah yang sama didirikan di
Musi Hilir (1941). Se sungai Gerong Palembang, selanjutnya ia kembali ke
Yogyakarta.
Pak AR adalah ulama
besar yang berwajah sejuk dn bersahaja, banyak karya tulisnya yangtelah
dibukukan antara lain : Naskah Kesyukuran, Naskah Entheng, Serat Kaweruh, Islam
Kawedar, upaya mewujudkan Muhammadiyah sebagai gerakan amal, pemikiran dan
da’wah Islam, Syahadatain Kawedar, tanya jawab Entheng-enthengan dan Tuntunan
Sholat Basa Jawi, kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits, Khutbah Nikah dan
terjemahannya, Pilihlah Pimpinan Muhammadiyah yang tepat, Sarono
Entheng-enthengan Pancasila, Ruh Muhammadiyah dengan harapan supaya ada alih
generasi yang sehat. Pak AR wafat 17 Maret 1995 di rumah Sakit Islam Jakarta
pada usia 79 tahun.
11. Kh. Ahmad Azhar Basyir Periode : 1990 – 1995
PP. Muhammadiyah periode KHA. Azhar
Basyir, MA (1990-1995) didominasi para intelektual produk Muhammadiyah, KHA.
Azhar Basyir MA, yang lahir di Yogyakarta tanggal 21 Nopember 1928 ini
pendidikan formalnya tidak kurang dari 34 tahun. Tahun 1944 tamat sekolah
Madrasah al-Falah Yogyakarta. Setelah di Pondok Termas Pacitan, ia meneruskan
ke Madrasah Mubalighin III Muhammadiyah Yogyakarta tahun 1946, di Madrasah
Menengah Tinggi Yogya tamat tahun 1952. tahun 1956 meraih gelar sarjana pada
perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN). Tugas Azhar Basyir pindah ke
Universitas Darul Ulum Mesir hingga mencapai gelar master tahun 1968.
Sepulang dari Timur Tengah tugas
persyarikatan telah menghadang. Azhar Basyir dipercaya duduk di Majlis Tarjih
PP Mujammadiyah hingga tahun 1985, selanjutnya ia menjabat Wakil Ketua PP
Muhammadiyah tahun 1990. muktamar ke 42 di Yogykarta telah memilih KHA. Azhar
Basyir, MA. untuk memimpin Muhammadiyah.
Azhar Basyir merupakan
sosok perpaduan ulama dan intelektual, oleh karenanya karya ilmiah yang pernah
ditulisnyapun banyak dijadikan rujukan dalam kajian ilmiah diberbagai
Universitas di Indonesia. Dunia Islam mengakuinya sebagai Ahli Fiqih (OKI) yang
memiliki persyaratan ketat.
Jabatan Ketua PP. Muhammadiyah
dipikulnya tidak sampai pada akhir masa kepengurusannya, karena pada tanggal 28
Juli 1994 ia berpulang ke Rahmatullah.
12. Prof Dr. H.M. Amien Rais, M.A. Periode : 1995 – 2000
Tokoh Reformasi
Indonesia ini dilahirkan di Surakarta, 26 April 1944. Setelah pendidikan SD
Muhammadiyah 1 Surakarta, SMP dan SMA. Pendidikan tingkat sarjana diselesaikan
oleh Amien Rais di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL Universitas
Gadjah Mada pada tahun 1968, sementara ia juga menerima gelar Sarjana Muda dari
Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1969. Pada saat
Mahasiswa inilah ia banyak terlibat aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan,
seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ( Ketua III Dewan Pimpinan Pusat
IMM) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) (Ketua Lembaga Da’wah Mahasiswa Islam
HMI Yogyakarta). Studinya dilanjutkan pada tingkat Master dibidang Ilmu Politik
di University of Notre Dame, Amerika Serikat dan selesai pada tahun 1974. Dari
Universitas yang
sama ia juga memperolah Certifikate on East European Studies. Sementara itu,
gelar doktoralnya diperoleh dari Universitas Chicago, Amerika Serikat pada
tahun 1981 dengan disertasinya yang cukup terkenal, yaitu Gerakan Ikhwanul
Muslimin di Mesir. Ia juga pernah mengikuti Post Doctoral Program di George
Washington Uniersity pada tahun 1986 dan di UCLA pada tahun 1988.
Tugas-tugas
intelektualisme pun ia lakukan, baik transformasi keilmuan (mengajar di
berbagai universitas) dan juga melakukan kritik atas fenomena sosial yang sedang
berlangsung. Kritiknya yang sangat vokal sangat mewarnai opini publik di
Indonesia. Sepulangnya dari pendidikan di Amerika, ia terkenal sebagai pakar
politik Timur Tengah dan melontarkan Isu Suksesi Keprisidenan, sebuah isu yang
janggal pada saat itu karena kepemimpinan orde baru yang sangat kuat. Bahkan
Amien Rais yang menggulirkan gagasan tentang Reformasi Politik yang selanjutnya
sejarah mencatat bahwa Amien Rais adalah orang terdepan dalam meruntuhkan
kebobrokan politik Orde Baru. Setelah tumbangnya Rezim Orde Baru Amien Rais
meletakkan jabatan Ketua PP. Muhammadiyah dan mendirikan Partai Amanat Nasional
(PAN) yang pada pemilu 1999 menduduki peringkat ke 5 dalam perolehan suara yang
dapat menghantarkannya menjadi ketua MPR. Lagi-lagi Amien Rais menggulirkan
gagasan Poros Tengah yang mencoba membangun jalan tengah dari dua titik ekstrim
dalam kubu politik di Indonesia pasca Pemilu 1999 yang ternyata cukup efektif
dalam upaya merajut kembali hubungan Muhammadiyah-NU dengan mencalonkan KH
Abdurrohman Wahid sebagai Presiden RI ke 4 dan ternyata berhasil.
Hanya saja sayang KH. Abdurrohman Wahid
tidak sampai satu periode telah dilengserkan oleh MPR, dimana Amien Rais
sebagai ketua MPR nya.
13. Prof. Dr. H.A. Syafi’i Ma’arif Periode : 2000 – 2005
Ahmad Syafi’i Ma’arif dilahirkan di
Sumpurkudus Sumatera Barat, 31 Mei 1935. Pendidkan formalnya SR Ibtidaiyah
tahun 1947, Madrasah Muallimin Lintau Sumatera Barat dan dilanjutkan ke
Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta tamat tahun 1956. Satu tahun di
Fakultas Hukum berhenti karena tidak ada biaya. Ia melanjutkan kuliah setelah
ia mendapat pekerjaan. Gelar Sarjana Muda Jurusan Sejarah diperolehnya di
Universitas Cokroaminoto tahun 1964 dan gelar sarjananya di perolehnya di IKIP
Yogyakarta tahun 1968.
Gelar Master diperoleh
dari Departemen Sejarah Ohio State University, Amerika Serikat dan tahun 1993
gelar Doktor diperoleh dari Universitas Chicago AS. Disamping kesibukannya
sebagai anggota DPA dan staf pengajar di IKIP Yogyakarta, keterlibatannya
sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah merupakan sebuah keharusan sejarah.
Ketika reformasi di Indonesia sedang bergulir, Amien Rais yang saat itu
menjabat sebagai ketua PP Muhammadiyah harus banyak melibatkan diri dalam
aktivitas politik di negeri ini untuk menjadi salah satu lokomotif pergerakan
dalam menarik gerbong reformasi di Indonesia. Muhammadiyah harus diselamatkan
agar tidak terbawa oleh kepentingan-kepentingan jangka pendek. Pada saat itulah
ketika Muhammadiyah harus merelakan Amien Rais untuk menjadi pemimpin bangsa,
maka Syafi’i Ma’arif menggantikannya sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
setelah ia terpilih dan dikukuhkan sebagai Ketua PP Muhammadiyah melalui sidang
Pleno diperluas Muhammadiyah. Ia harus melanjutkan tongkat kepemimpinan
Muhammadiyah sampai Muktamar Muhammadiyah ke 44 tahun 2000 di Jakarta.
Dan kita ketahui
bersama Muktamar ke 44 tersebut telah memilih kembali Syafi’i Ma’arif sebagai
Ketua PP Muhammadiyah hingga kini. Prof. DR. KHA. Syafi’i Ma’arif adalah figur
ilmuwan dan agamawan yang rendah hati, sebagaimana kalimat yang disampaikan
dalam Pidato Pengukuhan Guru Besarnya di IKIP Yogyakarta.
Sudah 25 tahun terakhir, perhatian
terhadap sejarah, filsafat dan agama melebihi perhatian saya terhadap cabang
ilmu yang lain. Namun saya sadar sepenuhnya bahwa semakin saya memasuki ketiga
wilayah itu semakin tidak ada tepinya. Tidak jarang saya merasa sebagai orang
asing di kawasan itu, kawasan yang seakan-akan tanpa batas. Terasalah kekecilan
diri ini berhadapan dengan luas dan dalamnya lautan jelajah yang hendak
dilayari.
13. Prof Dr, H. Dien Syamsudin Periode 2005 – 2010
Seluruh warga
Muhammadiyah seantero Nusantara telah menyelengarakan Muktamar Muhammadiyah ke
45 yang dilaksanakan di Malang Jawa Timur, bertepatan pada hari Ahad s/d Jum’at
tanggal 03 s/d 08 Juli 2005. Dimana dari hasil perhelatan pemilihan pimpinan
persyarikatan Muhammadiyah telah memberikan amanah kepada Prof Dr. H. Dien
Syamsudin untuk menjadi Nakhoda dalam memimpin persyarikatan Muhammadiyah pada
periode 2005 – 2010. Mudah-mudahan Beliau dalam kepemimpinannya dapat mengemban
Amanah Warga Muhammadiyah sesuai dengan Matan Keyakinan dan Cita-Cita
Muhammadiyah sehingga dapat membawa Masyarakat Utama, Adil dan Makmur yang
Diridhoi oleh Allah SWT.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
bentuk Sruktural yang adalah dalam organisasi Kemuhammadiyahan di daerah
Lamongan?
2.
Lembaga-lembaga
amal usaha apa aja yang sudah dikembangkan Organisasi Kemuhammadiyahan di
daerah Lamongan?
C.
TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui struktur organisasi
organisasi kemuhammadiyahan
2. Mengetahui
Perkembangan Lembaga-lembaga amal usaha yang sudah berkembang
BAB II PEMBAHASAN
A. SEJARAH MUHAMMADIYAH DI JAWA TIMUR
Muhammadiyah adalah
organisasi yang didirikan oleh Muhammad Darwis, yang di kemudian dikenal dengan
KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta, 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912. Selain
berprofesi sebagai Khatib di Kraton Yogyakarta, Dahlan juga seorang pedagang
dan Penasehat Central Sarikat Islam (CSI). Perjalanannya ke daerah luar
Yogyakarta tampaknya sangat terkait dengan ketiga profesi itu, sehingga
usahanya menyebarkan pembaharuan agama Islam tersamar dalam aktivitasnya
sebagai pedagang dan penasehat CSI.
Pertama kali KH Ahmad Dahlan ke Jatim terjadi sekitar 1916,
atau 1 tahun setelah H Mas Mansur sepulang dari Mekah dan Mesir menemuinya di
Yogyakarta (1915). Saksi kedatangan KH Dahlan ke Surabaya ini dua di antaranya
adalah tokoh pergerakan nasional Soekarno dan Roeslan Abdulgani. Keduanya tidak
hanya menyaksikan, tetapi juga mengikuti pengajiannya di langgar Peneleh,
Plampitan, serta di langgar dekat rumah KH Mas Mansur (Kawasan Ampel). KH Ahmad
Dahlan datang ke Surabaya dan memberikan tabligh di tiga tempat, yaitu di
Kampung Peneleh, Plampitan, dan Ampel.
Pada tahun yang sama, KH Mas Mansur untuk kedua kalinya datang
ke rumah KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Pertemuan kali ini berlangsung lebih
lama daripada tahun sebelumnya, dan diisi dengan pembicaraan yang bersifat
dialogis. Dari dialog inilah KH Mas Mansur tampaknya amat terkesan dengan
kepiawaian KH Ahmad Dahlan dalam menafsirkan al-Qur’an.
Kekaguman inilah yang mengantarkan KH Mas Mansur menerima
ajakan KH Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah di Surabaya 4 tahun
kemudian, atau 1920, yang secara resmi dideklarasikan pada 1 November 1921.
Muhammadiyah Surabaya ditetapkan oleh Surat Ketetapan HB Muhammadiyah No
4/1921. Muhammadiyah Surabaya langsung berstatus Cabang yang diketuai oleh KH
Mas Mansur, dibantu oleh H Ali, H Azhari Rawi, H Ali Ismail dan Kiai Usman.
Perjalanan KH Ahmad Dahlan di Jatim tidak berhenti di
Surabaya saja, karena dia ternyata juga mengunjungi berbagai kota lainnya.
Tempat-tempat yang dikunjungi dan membuahkan hasil adalah Kepanjen (21 Desember
1921), Blitar (1921), Sumberpucung (1922), dan Ponorogo (1922). Tahap
selanjutnya, Muhammadiyah juga berdiri di Jombang (1923), Madiun (1924), Ngawi
(1925), Jember (1925), Situbondo (1925), Malang (1926), Gresik (1926), Lumajang
(1927), Trenggalek (1927), Bondowoso (1927), Bangkalan (1927), Sumenep (1927),
Sampang (1927), dan Probolinggo (1928).Pada tahap selanjutnya, Muhammadiyah
juga didirikan di Pamekasan (1928), Kediri (rentang waktu 1927-1933),
Tulungagung (1932), Banyuwangi (1933), Magetan (rentang waktu 1932-1933),
Nganjuk (1933), Pacitan (1933), Tuban (1933), Mojokerto (1933), Sidoarjo (1935-1936),
Bojonegoro (1947), dan Lamongan (1951).
Di awal pekembangan Muhammadiyah Jatim, struktur kepemimpinan
dan pembagian daerah masih sangat sederhana. Hierarkinya pendek, dan lebih
mengedepankan dinamika organisasi, amal usaha, kemudahan komunikasi, dan
koordinasi. Awalnya hanya terdiri dari ranting dan cabang. Ranting adalah level
yang paling bawah dan menjadi wadah bagi anggota. Di atasnya terdapat cabang
yang langsung berhubungan dengan Pengurus Besar di Yogyakarta (Hoofdestuur).
Pada 1930-an barulah dirasakan perlunya pengelolaan dan
koordinasi yang lebih baik di cabang-cabang maupun di ranting-ranting.
Berdasarkan keputusan Kongres (sekarang Muktamar) ke-19 di Minangkabau pada
1930, Pengurus Besar (kini Pengurus Pusat) Muhammadiyah mengangkat perwakilan
di daerah-daerah dengan sebutan Konsul Pengurus Besar Muhammadiyah (Consul
Hoofdestuur), atau yang biasa disebut Konsul Daerah. Awalnya Jatim dibagi
menjadi 5 daerah, yaitu Surabaya, Madiun, Madura, Besuki, dan Pasuruan, dan
baru pada 1937 Daerah Kediri didirikan.
Dalam konferensi 27-28 Oktober 1951, 6 Perwakilan Pengurus
Besar Muhammadiyah Daerah (Majelis-majelis Daerah) itu mengusulkan kepada PB
untuk membentuk Perwakilan Pengurus Besar di tingkat Provinsi. Usulan ini
kemudian diterima oleh PB dalam sidangnya pada 22 Desember 1951. Melalui Surat
Ketetapan PB Nomor 180 D tertanggal 1 Jumadil Akhir 1371/27 Februari 1952,
Perwakilan PB Wilayah Jatim dibentuk dan dipimpin H Abdul Hadi (Ketua), dibantu
Nurhasan Zain, M Saleh Ibrahim, Rajab Gani, dan dr Soewandhi.
Pada
1959, struktur organisasi dalam Muhammadiyah mengalami perubahan dengan
dibentuknya Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) dan Pimpinan Daerah
Muhammadiyah (PDM). Melalui Surat Pengesahan Nomor XXI/B tertanggal 13 Juli
1960, ditetapkan PWM Jatim 1959-1962 dengan komposisi M Saleh Ibrahim (Ketua),
dengan anggota Nurhasan Zain, Soedirman, M Turchan Badri dan H Abdul Hadi.
Kepemimpinan ini berlangsung hingga periode selanjutnya, 1962-1965.
Pada periode 1965-1968, PWM Jatim dijabat oleh Usman Muttaqin
sebagai ketua, didampingi oleh dua wakilnya KH Bejo Dermaleksana dan HM Anwar
Zaini. Kepemimpinan ini dilanjutkan KHM Anwar Zaini sejak 1968, dan terpilih
kembali dalam Musywil yang dilaksanakan pada 26-27 Dzulqa’dah 1399/28-29
Oktober 1978 untuk periode 1978-1981. Selain Ketua, KHM Anwar Zaini didampingi
3 Wakil Ketua (HM Amien Barowi, dr Moh Suherman, dr Mutadi), 3 Sekretaris
(Nurhasan Zain, Marchum Anwar BBA, dan M Amin Hamdan), serta 3 Bendahara
(Sismono, Drs Noto Adam dan M Fuad Faqih).
Kepemimpinan
KHM Anwar Zain berlangsung cukup lama, karena pelaksanaan Musywil harus
menunggu Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Surakarta yang mengalami penundaan
akibat tarik ulur mengenai pemberlakuan Undang-undang (UU) 8/1985 tentang
Organisasi Kemasyarakatan yang mengharuskan setiap organisasi mencantumkan
Pancasila sebagai asas. Saat Musywil dilaksanakan pada 8 Februari 1986, KHM
Anwar kembali terpilih sebagai Ketua PWM. Kali ini KHM Anwar didampingi 3
Penasehat (M Wisatmo, H Mas’ud Atmodiwiryo, dan Nurhasan Zain), 4 Wakil Ketua
(H Abdurrahim Nur Lc, dr H Mutadi, HM Amin Barowi, dan Drs H Amir Hamzah
Wiryosukarto), 1 Sekretaris (M Mustaqim Fadhil), 1 Wakil Sekretaris (Abd Madjid
Hamzah), 1 Bendahara (Drs Noto Adam), dan 2 Wakil Bendahara (H Supardi dan M
Fuad Faqih).Namun KHM Anwar Zain tidak dapat menyelesaikan masa kepemimpinannya
karena meninggal dunia pada Desember 1989. Untuk mengisi kekosongan jabatan
Ketua PWM, dalam Musywil tahunan di Kediri 1990, diajukan 3 calon kepada PP
Muhammadiyah, yaitu H Abdurrahim Nur Lc, dr H Mutadi, HM Amin Barowi, yang
kemudian H Abdurrahim Nur Lc ditetapkan sebagai Ketua PWM. Dia kembali terpilih
dalam Musywil 1990 di Asrama Haji Surabaya masa jabatan 1990-1995. Komposisi
PWM periode ini: KH Abdurrahim Nur Lc (Ketua), Drs H Isro Kusnoto, Drs HM
Hasyim Manan MA (Wakil Ketua), Drs M Wahyudi (Sekretaris), Drs H Nurcholis Huda
(Wakil Sekretaris), HM Amin Barowi (Bendahara), dan Drs H Kuslan MA (Wakil
Bendahara).
KH Abdurrahim Nur Lc kembali terpilih dalam Musywil 1995 di
Malang. Komposisi PWM adalah: KH Abdurrahim Nur Lc (Ketua), Drs H Munawar
Thohir, Dr H Fasich Apt (Wakil Ketua), Drs H Nurcholis Huda, Drs HM Wahyudi
Indrajaya (Sekretaris), Ir H Sulaiman, H Admiral Manan (Bendahara), Drs H
Kuslan MA (Koor Bidang Tarjih dan Tabligh), dr H Mutadi (Koor Bidang Sosial
Ekonomi Kesehatan), Drs H Ahmad Adjib (Koor Bidang Pendidikan dan Kebudayaan),
Drs H Muhadjir Sulthon (Koor Bidang Organisasi dan Kelembagaan), Drs H Isro’
Kusnoto (Koor Bidang Kader dan SDM), serta KH Mu’ammal Hamidy Lc (Koor Bidang
Ekstern).
Kepemimpinan KH Abdurrahim Nur Lc digantikan oleh Prof Dr H
Fasich Apt melalui Musywil pada 28-29 Oktober 2000 di Magetan. Komposisi PWM
2000-2005 adalah sebagai berikut: KH Abdurrahim Nur Lc (Penasehat), Prof Dr H
Fasich Apt (Ketua), Prof Dr Syafiq A Mughni MA, KH Mu’ammal Hamidy Lc, Drs H
Muhadjir Effendy (Wakil Ketua), Drs H Nur Cholis Huda MSi (Sekretaris), Nadjib
Hamid Ssos (Wakil Sekretaris), Drs H Abd Rahman Azis (Bendahara), Drs Achmad
Achsin MM (Wakil Bendahara), Dr Achmad Jainuri MA (Pembina Bidang Pendidikan
dan Litbang), Dr H Thohir Luth MA (Pembina Bidang Politik, HAM, dan Hubungan
Ekstern), Ir H R Sulaiman (Pembina Bidang Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat),
dr H Syamsul Islam SpMkMKes (Pembina Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan
Masyarakat), H Admiral Manan (Pembina Bidang Kaderisasi dan Organisasi), dan
Prof Dr H Imam Muchlas (Pembina Bidang Tarjih dan Tabligh).
Kepemimpinan PWM mengalami pergantian lagi melalui Musywil XIII di Madiun, 8-9 Dzulqa’dah 1426 H/ 10-11 Desember 2005. Susunan PWM 2005-2010 adalah sebagai berikut: Prof Dr H Fasich Apt (Penasehat), Prof Dr H Syafiq A Mughni MA (Ketua), Drs H Noer Cholis Huda MSi, KH Mu’ammal Hamidy Lc, Dr H Muhadjir Effendy MAP (Wakil Ketua), H Nadjib Hamid MSi (Sekretaris), Ir H Tamhid Masyhudi (Wakil Sekretaris), Ir H Imam Sugiri (Bendahara), Drs M Nidzhom Hidayatullah (Wakil Bendahara), Prof Dr H Achmad Jainuri MA (Koor Bidang Pendidikan dan Kebudayaan), Prof Dr H Thohir Luth MA (Koor Bidang Kesejahteraan dan Pemberdayaan Masyarakat), Prof Dr H Zainuddin Maliki MSi (Koor Bidang Publik dan Kehartabendaan), Dr H Saad Ibrahim MA (Koor Bidang Tarjih dan Tabligh), serta Drs HM Sulthon Amien MM (Koor Bidang Usaha dan Keuangan).
Kepemimpinan PWM mengalami pergantian lagi melalui Musywil XIII di Madiun, 8-9 Dzulqa’dah 1426 H/ 10-11 Desember 2005. Susunan PWM 2005-2010 adalah sebagai berikut: Prof Dr H Fasich Apt (Penasehat), Prof Dr H Syafiq A Mughni MA (Ketua), Drs H Noer Cholis Huda MSi, KH Mu’ammal Hamidy Lc, Dr H Muhadjir Effendy MAP (Wakil Ketua), H Nadjib Hamid MSi (Sekretaris), Ir H Tamhid Masyhudi (Wakil Sekretaris), Ir H Imam Sugiri (Bendahara), Drs M Nidzhom Hidayatullah (Wakil Bendahara), Prof Dr H Achmad Jainuri MA (Koor Bidang Pendidikan dan Kebudayaan), Prof Dr H Thohir Luth MA (Koor Bidang Kesejahteraan dan Pemberdayaan Masyarakat), Prof Dr H Zainuddin Maliki MSi (Koor Bidang Publik dan Kehartabendaan), Dr H Saad Ibrahim MA (Koor Bidang Tarjih dan Tabligh), serta Drs HM Sulthon Amien MM (Koor Bidang Usaha dan Keuangan).
B. STRUKTUR ORGANISASI PIMPINAN WILAYAH MUHAMMADIYAH JAWA TIMUR PERIODE 2010-2015
Penasihat
|
Prof. Dr. H. Fasich, Apt
|
Jln. Pucang Asri III/14 Surabaya
|
Prof. Dr. H. Syafiq Mughni, MA
|
Jln. Jendral Sudirman 3/1 Taman
Jenggala Sidoarjo
|
|
Ketua
|
Prof. Dr. Thohir Luth, MA
|
Jln. Randu Agung X/11Singosari Malang
|
Wakil Ketua
|
Drs. H. Noer Cholis Huda. M.Si
|
Jln. Platuk Donomulyo V/11 Surabaya
|
Wakil Ketua
|
Dr. Muhadjir Effendy, MAP
|
Jln. Pisang Kipas Dalam Malang
|
Wakil Ketua
|
K.H Muammal Hamidy, LC
|
Jln. Tauman Tengah 246 Bangil
|
Wakil Ketua
|
Prof. Dr. H Achmad Jainuri, MA
|
Jln. Jendark Sudirman 59 Jenggala
Sidoarjo
|
Wakil Ketua
|
Prof. Dr. H Zainuddin Maliki
|
Central Park A. Yani G-15 Surabaya
|
Wakil Ketua
|
Dr. H Saad Ibrahim, MA
|
Villa Bukit Sengkaling AF/13 Malang
|
Wakil Ketua
|
Drs. H.M Sulthon Amien. MM
|
Jln. Mojoklarngru Kidul C-38 Surabaya
|
Wakil Ketua
|
Prof. Dr. Imam Robandi, MT
|
Perum ITS Jln. Hidrodinamika I/T-9
|
Wakil Ketua
|
dr. H. Sukadiono, MM
|
Jln. Gubeng Kertajaya V-E/25 D
Surabaya
|
Sekretaris
|
H. Nadjib Hamid M.Si
|
Jln. Ubi VI/27-A Surabaya
|
Wakil Sekretaris
|
Ir. Tamhid Mayshudi
|
Penatar Sewu Tanggulangin Surabaya
|
Bendahara
|
Drs. H. Saifuddin Zaini, M.Pd.I
|
Jln.
Wonocolo I/22 Surabaya
|
C. PROSES AWAL PENGARUH DAN LAHIRNYA
MUHAMMADIYAH KABUPATEN LAMONGAN
Gerak Muhammadiyah pada
awal berdirinya sungguh amat terbatas, yaitu masih di Kauman Yogyakarta sampai
tahun 1917. Setelah mendapat kesempatan untuk memperluas ruang geraknya, maka
Muhammadiyah mulai menjangkau daerah-daerah sekitarnya yang sebelumnya sudah
mengidamkan keberadaannya.
Tetap lestari dan
berkembangnya gerakan Muhammadiyah tidak terlepas dari pendirian organisasi ini
untuk tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis di Indonesia. Kegiatan
politik praktis merupakan godaan berat selama perjalanan sejarah Muhammadiyah.
Sikap tegas Muhammadiyah itulah agaknya menjadikan Muhammadiyah seperti tanaman
yang subur dan dapat berkembang besar menyebar di Indonesia.
Pada tanggal 1 November
1921 Muhammadiyah berdiri di Surabaya dengan status cabang, diketuai oleh H.
Mas Mansur dibantu oleh K. Usman, H. Ashari Rawi, dan H. Ismail. Di antaranya
dari Surabaya inilah Muhammadiyah berpengaruh ke Lamongan. Tiga poros penting
yang selanjutnya menjadi sentral penyebaran Muhammadiyah di Lamongan adalah
Bagian Pesisir di Desa Blimbing (Paciran), Bagian Tengah di Desa Pangkatrejo
(Kecamatan Sekaran) dan Bagian selatan di Kota Lamongan (Kecamatan Lamongan).
Seperti halnya tipe
proses menyebarnya pengaruh Muhammadiyah di lain daerah yang kebanyakan dibawa
oleh kaum pedagang, guru, pegawai pemerintah, dan muncul pada komunitas
perkotaan, Muhammadiyah di Lamongan juga demikian. Akan tetapi ada satu hal
yang menarik untuk dicatat bahwa Muhammadiyah di Lamongan lahir dari komunitas
pedesaan, kemudian menjalar ke perkotaan. Kalau dianalisis kenyataan ini cukup
beralasan bahwa lahirnya Muhammadiyah selalu didahului oleh tantangan yang ada
sebelumnya. Besar dan kecilnya tantangan juga dapat menentukan frekuensi
gerakan, disamping juga perlu diperhatikan aktor penggerak dan pendukungnya.
Muhammadiyah mulai masuk di daerah Lamongan sekitar pada tahun 1926 M yang
dibawa oleh H. Sa’dullah tepatnya di Desa Blimbing Kecamatan Paciran. Beliau
dibantu juga oleh seorang wanita Islam yang bernama Zainab atau lebih dikenal
dengan sebutan “Siti Lambah”. Mereka berdualah yang banyak memperjuangkan
Muhammadiyah di wilayah sekitarnya. Namun dalam perkembangan selanjutnya
Muhammadiyah tengah juga mengalami degradasi generasi yang diakibatkan para
tokoh-tokohnya banyak yang masuk pada partai Masyumi pada waktu itu, bahkan
aktivitasnya pun terkadang sering terbengkalai bahkan nyaris lenyap dari
aktivitasnya.
Setelah partai Masyumi bubar dari partai politik, para tokoh Muhammadiyah mulai
kembali pada organisasi semula dan timbul greget untuk memikirkan gerakan
keagamaan yang lebih efektif dan efisien. Berbagai lontaran pendapatpun muali
muncul dan gagasan yang konstruktif pada waktu itu adalah membentuk majelis
Hikmah yang diketuai oleh Muhammad Yasin. Majelis ini didirikan bertujuan
sebagai wadah yang mampu menampung para aktivis Muhammadiyah yang frustasi dari
Masyumi tersebut, dan sekaligus sebagai wahana dakwah untuk melangsungkan
gerakan dan cita-cita persyarikatan Muhammadiyah.
Dengan dibentuknya majelis hikmah ini maka pada waktu yang tidak lama kemudian
terbentuk cabang Muhammadiyah di bawah pimpinan Zahri. Perkembangan dan
gerakannya pun semakin lancar dan mendapat banyak sambutan dari masyarakat
khususnya di wilayah pesisir atau pantai, dimana yang sampai sekarang menjadi
basisnya yang terkuat dan sekaligus sebagai parameter Muhammadiyah di wilayah
Jawa Timur.
Pengembangan dan penyiaran dapat berjalan dengan dinamis dan cepat setelah
mempunyai banyak tokoh-tokoh yang mumpuni dalam bidang keagamaan yang biasanya
lebih banyak memberi atau diminta untuk mengisi pengajian-pengajian di kota dan
di desa. Melalui pengajian-pengajian tersebut, para tokoh itu mulai
memperkenalkan Muhammadiyah yang kemudian sedikit banyak membuat massa tertarik
yang pada akhirnya masuk sebagai warga Muhammadiyah. Adapun basis mayoritas
Muhammadiyah yang kental adalah di Paciran.
Muhammadiyah Kabupaten
Lamongan berkembang di wilayah Tengah tepatnya di Desa Pangkatrejo.
Sebelumnya perlu diketahui bahwa sejak tahun 1950 sampai 1960-an Desa
Pangkatrejo merupakan hasil kain tenun ikat terbesar di Kabupaten Lamongan, ketenarannya
mulai surut menjelang pemberontakan PKI tahun 1965, karena PKI mematikan
saluran perdagangan dan umumnya di Indonesia pada masa itu terjadi krisis
ekonomi. Keberadaan industri tenun inilah yang menjadikan sebagian masyarakat
desa itu memilki mobilitas tinggi, ialah sebagai pedagang. Beberapa orang
ternama diantaranya adalah Mastur, Suhari, M. Thohir, H. Mas’ud. Orang-orang
itulah yang memotori berdirinya Muhammadiyah di Desa Pangkatrejo.
Di Bagian Selatan,
sebetulnya sekitar tahun 1930-an faham Muhammadiyah sudah berpengaruh di
Lamongan secara informal, artinya faham Muhammadiyah mulai diterima, dipahami,
dan diamalkan oleh beberapa orang dibeberapa wilayah yang ada di Lamongan.
Sudah berpengaruhnya Muhammadiyah pada masa itu, karena banyak ulama Lamongan
yang ikut aktif dalam kegiatan organisasi besar, seperti Sarekat Islam (SI),
dan dari sinilah mereka mengetahui adanya aliran pembaharuan yang dimotori oleh
Muhammadiyah.
Beberapa ulama yang
sudah berfaham Muhammadiyah pada saat itu diantaranya K.H. Syofyan Abdullah
(Pangkatrejo), K.H. Sa’dullah (Blimbing Kecamatan Paciran), dan K. Khozin Jali
(Kota Lamongan). Walaupun demikian mereka tidak bisa mendirikan Muhammadiyah
sebagai organisasi, karena tantangan dari kelompok Islam tradisional sangat besar
dan perlu dipelajari terlebih dahulu. Masyarakat Islam tradisional pada saat
itu sudah mendapat pengayoman dari organisasi Nahdhatul Ulama (NU) yang sudah
berkembang pesat. Tokoh NU di Kota Lamongan masa itu adalah K.H. Mastur Asnawi
(dia adalah ayah dari Muchtar Mastur salah seorang tokoh Muhammadiyah di Kota
Lamongan), sedangkan Pangkatrejo sudah dikuasai oleh NU yang dimotori oleh H.
Abu Ali (dia adalah saudara dari K.H. Syofyan Abdullah yang berfaham
Muhammadiyah).
Hal yang cukup penting
untuk diketahui bahwa NU di Lamongan lahir dari komunitas perkotaan, lalu
merembet ke pedesaan, sebaliknya Muhammadiyah terbentuk dari komunitas
pedesaan, baru merembet ke perkotaan..
Sebelum berdirinya
Muhammadiyah di Desa Pangkatrejo, faham ini sudah diterima oleh beberapa orang
di desa itu. Seperti yang dinyatakan oleh M. Thohir dan diperkuat oleh Mangun
bahwa pada tahun 1940-an di Pangkatrejo sudah ada kelompok belajar keagamaan
yang sudah condong pada Muhammadiyah, kelompok ini diasuh oleh K.H. Syofyan
Abdullah. Kelompok belajar ini selain diasuh oleh guru-guru setempat, juga
mendatangkan guru dari Yogyakarta seperti, R. Hadiwinoto yang bertugas
mengajarkan ilmu pengetahuan yang bersifat umum.
Pada tahun 1948
kelompok belajar tersebut diberi nama Madrasah Al Abdaliyah dan mulai
menggunakan model klasikal. Kesadaran mulai muncul dari pembaharu saat itu,
ialah sebuah gagasan akan arti pentingnya berjuang dan berdakwah melalui
organisasi. Untuk itu empat orang atas nama kelompok pembaharu, antara
lain Suhari, Mastur, Bayinah dan M. Thohir dikirim ke Gresik untuk
berkonsultasi dengan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Gresik pada awal tahun 1950
berkenaan dengan akan didirikannya organisasi Muhammadiyah di Desa Pangkatrejo.
Dari sinilah kemudian terbentuk organisasi Muhammadiyah Ranting Pangkatrejo
pada tahun 1953 diketuai oleh Abdul hamid, dibantu oleh M.Thohir, Bayinah,
Mastur, dan H. Mansur, yang masih berada dalam pengawasan Cabang Muhammadiyah
Gresik.
Pengaruh Muhammadiyah
di Kota Lamongan seperti telah tersebut sudah ada sejak tahun 1937, tetapi
secara organisasi belum dapat didirikan. Pada tahun itu ada usaha untuk
mendirikan Muhammadiyah sebagai organisasi oleh H. Khozin Jali, sayang sekali
sampai dia meninggal dunia usaha itu belum terealisasi. Usaha selanjutnya dilakukan
oleh Hasan Buya pada zaman Jepang, usaha itu juga sia-sia, karena mendapat
tekanan dari Jepang sebagaimana yang terjadi pada organisasi Muhammadiyah
secara umum pada masa itu. Akhirnya usaha mendirikan organisasi Muhammadiyah
tidak terlihat lagi sampai pada akhir revolusi fisik tahun 1949.
Pada tahun 1950
kegiatan pemerintahan di Kabupaten Lamongan mulai normal kembali setelah pada
masa sebelumnya terganggu akibat Agresi Militer Belanda. Urusan keagamaan
Kabupaten pada saat itu diperankan oleh personil-personil dari Kantor Urusan
Agama (KUA) yang sekarang sudah berubah menjadi Departemen Agama (Depag). Ialah
H. Mahmud salah seorang pegawai kantor itu (berasal dari Pangkatrejo) yang
berfaham Muhammadiyah memberikan pengaruh pada sesama pegawai yang ada, dan
berhasil mendirikan kelompok pengajian Muhammadiyah di kantor. Kelompok itu
diketuai oleh H. Mahmud dibantu oleh H. Shaleh. Oleh karena kedua orang ini
sering mengalami sakit, maka roda perkumpulan itu berjalan tidak normal. Bahkan
ketika H. Shaleh dipindah ke Situbondo, kelompok itu benar-benar tidak terlihat
lagi aktivitasnya. Akan tetapi di luar kantor (Kota Lamongan) sudah dapat
didirikan kepanduan Hizbul Wathan pada tahun 1951 dipelopori oleh Abdul Hamid.
Muchtar Mastur, dan Yasin Fathul dengan merekrut murid dari SMP PGRI Lamongan
sebagai anggota. Dari Hizbul Wathan inilah dapat terbentuk pendidikan
Muhammadiyah yang pertama kali di Kota Lamongan tahun 1952. Pendidikan itu
antara lain Taman Kanak-Kanak diselenggarakan di rumah H. Shaleh, diasuh oleh
Masrifah. Pada tahun itu juga didirikan SD dan SMP Muhammadiyah dengan meminjam
gedung Madrasah Qomarul Wathan.
Dorongan untuk
mendirikan organisasi Muhammadiyah diberikan pada Muchtar Mastur dan
kawan-kawannya. Akhirnya setelah dorongan itu diperbincangkan, dapatlah
dibentuk organisasi Muhammadiyah di Kota Lamongan pada tahun 1953 dengan
susunan pengurus yang sangat sederhana. Organisasi ini diketuai oleh Muchtar
Mastur dibantu oleh Yasin Fathul sebagai sekretaris, dan Muhammad Asyid sebagai
bendahara. Pada awal berdirinya ini Muhammadiyah didukung oleh sekitar 50
simpatisan (belum berkartu anggota Muhammadiyah). Perlu diketahui bahwa pada
saat itu Muchtar Mastur juga seorang pengurus Besar NU bagian Syuriah, dan
keterlibatannya dalam PBNU berakhir pada tahun 1964.
Suatu hal yang sangat
mengherankan, bagaimana seorang PB NU juga telah memimpin Muhammadiyah. Perlu
diketahui, walaupun Muchtar Mastur seorang pengurus NU, namun jiwa keagamaannya
sudah tidak sefaham lagi dengan organisasi itu. Dia merasa bahwa NU yang lebih
condong menyuburkan masyarakat Islam tradisional tidak dapat dibenarkan.
Muchtar disebut oleh orang-orang Muhammadiyah sebagai sangat keras dalam
memberikan ceramah-ceramah keagamaan, bahkan tidak segan-segan mengkafirkan
orang-orang yang tidak sefaham dengan Muhammadiyah. Masih ikut sertanya Muchtar
Mastur dalam kepengurusan NU memberikan kemudahan baginya untuk menyampaikan
pengajian-pengajian di tengah-tengah masyarakat NU, dan itu baginya merupakan
kesempatan untuk memasukkan ide-ide pembaharuan. Pada perkembangan selanjutnya
masyarakat mengetahui dari ketidakjelasan Muchtar itu, dan menyimpulkan bahwa
Muchtar benar-benar telah ber-Muhammadiyah. Hal itu terlihat jelas dalam
pemikirannya yang disajikan dalam setiap pengajian yang mengarahkan pada
masyarakat NU meninggalkan tradisi-tradisi yang dianggapnya menyimpang dari Al
Quran dan Al Hadits. Periode Muchtar dalam kepengurusan Muhammadiyah berakhir
pada tahun 1963, kendali organisasi selanjutnya dipegang oleh R.H. Moeljadi
(seorang mantan tokoh Masyumi), sedangkan Muchtar sendiri tetap aktif berjuang
lewat Muhammadiyah. NU secara total ditinggalkan oleh Muchtar pada tahun 1964.
Kepengurusan Moeljadi dalam Muhammadiyah memperoleh perkembangan yang pesat,
yang dijelaskan pada pembahasan selanjutnya dalam tulisan ini.
Perkembangan
Muhammadiyah di Lamongan mengalami kemajuan menyusul bubarnya Partai Masyumi
pada tahun 1960. Pada masa itu banyak mantan anggota Masyumi yang tertarik pada
persarikatan Muhammadiyah sebagai alternatif. Masuknya tokoh Masyumi dalam
Muhammadiyah memberikan dampak yang besar bagi tumbuhnya organisasi, karena
tokoh-tokoh itu kemudian diikuti oleh anak buahnya. Diantara tokoh-tokoh Partai
Masyumi yang disegani di Lamongan saat itu adalah R.H. Moeljadi, H. Ali, dan H.
Syamsul. Dalam periode Muchtar di Lamongan berusaha mempengaruhi beberapa tokoh
Masyumi tersebut untuk ikut berjuang lewat Muhammadiyah. Keberhasilan usaha itu
terlihat jelas dengan masuknya Moeljadi sebagai simpatisan Muhammadiyah, yang
selanjutnya mengantarkan tokoh ini dalam tampuk kepengurusan Muhammadiyah
sampai tahun 1978. Untuk H. Ali walaupun tidak mau masuk Muhammadiyah, tetapi
sangat menghargai Muhammadiyah, dan dia memilih untuk berjuang lewat NU.
Sedangkan H. Syamsul (dari Sugio) terkesan sangat anti terhadap Muhammadiyah.
Pada periode R.H.
Moeljadi, Muhammadiyah memisahkan diri dari pengawasan Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Bojonegoro (perlu diketahui bahwa cabang-cabang yang ada di
Lamongan antara tahun 1957 sampai 1967 bernaung dibawah Daerah Muhammadiyah
Bojonegoro, sedangkan sebelum tahun itu ada juga yang bernaung dibawah Cabang
Muhammadiyah Gresik seperti yang dituturkan oleh M. Thohir). Muhammadiyah di
Kabupaten Lamongan berdiri sebagai Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan
berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor C-076/D-13,
tanggal 11 September 1967 yang membawahi 5 buah cabang, antara lain :
a. Cabang Lamongan, meliputi
Wilayah Pembantu Bupati Lamongan.
b. Cabang Babat, meliputi Wilayah
Pembantu Bupati Ngimbang.
c. Cabang Jatisari (Glagah),
meliputi Wilayah Pembantu Bupati Karangbinangun.
d. Cabang Pangkatrejo, meliputi
wilayah Tuban, Pembantu Bupati Sukodadi.
e. Cabang Blimbing (Paciran),
meliputi Wilayah Pembantu Bupati Paciran.
Cabang-cabang tersebut
di atas sebelumnya telah mendapat pengesahan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
antara lain : Cabang Lamongan nomor 1024, tanggal 11 Mei 1953, Jatisari nomor
1481 tanggal 2 Mei 1961, Babat nomor 1552, tanggal 4 Februari 1962, Blimbing
nomor 1796, tanggal 1 Februari 1964, dan Pangkatrejo nomor 1707, tanggal 27
Juli 1963.
Kelima cabang itulah
pada masa berikutnya berhasil mengembangkan Muhammadiyah di wilayah kerjanya
masing-masing,
D. PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH LAMONGAN SAAT INI
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan sudah membawahi Cabang, Ranting sebanyak 265 buah, dengan anggota berjumlah 59.337 orang. Sedangkan amal usaha yang dimiliki adalah bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan tabligh. Adapun jumlahnya masing sebagai berikut :
1. Bidang pendidikan
TK
: 122 buah, MIM : 113 buah, MTs : 29 buah, SMP : 21 buah, SMA : 11 buah, MA :
12 buah, SMEA : 3 buah, STM : 4 buah, SPP : 1 buah, STIT : 3 buah, STIS :
1 buah, dan STIE : 2 buah. Kemudian ditambah lagi dengan Pondok Pesantren : 7
buah, Madrasah Diniyah : 22 buah dan TPQ/TPA sebanyak 115 buah.
2. Bidang Kesehatan
Rumah
sakit : 2 buah, Rumah bersalin : 4 buah, BP/kesehatan : 9 buah, BKIA : 6 buah.
3. Bidang Sosial
Panti
Asuhan : 2 buah, Asrama Pelajar : 1 buah, Bakesos : 1 buah, BPR : 1 buah,
Koperasi Sekolah : 146 buah, Home Industri : 16 buah, LKM : 1 buah dan
TPI/pasar ikan : 1 buah.
4. Bidang Tabligh
Masjid : 193 buah, Mushala : 337 buah dan tempat pengajian : 240 buah.
5. Organisasi Otonom
Organisasi otonom tingkat Cabang yang dimiliki meliputi antara lain : Aisyiyah
: 20 Cabang, Nasyiatul Aisyiyah : 20 Cabang, Pemuda Muhammadiyah : 24 Cabang,
Ikatan Remaja Muhammadiyah : 24 Cabang, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah : 3
Komisariat dan Tapak Suci Putra Muhammadiyah : 6 Pimcab.
E. STRUKTUR PIMPINAN DAERAH
MUHAMMADIYAH LAMONGAN PERIODE 2010
- 2015
·
Ketua
: Drs. K.H. Abdul
Hakam Mubarok, Lc.
·
Wakil Ketua
: K.H. Kusnan Sumber, S.Ag.
·
Wakil
Ketua
:
Drs. H. Mustofa Nur, MM
·
Wakil Ketua
:
K.H. Abdul Hamid Muhanan, Lc.
·
Wakil
Ketua
:
H. Subagio, SE.
·
Wakil
Ketua
:
K.H. Afnan Anshori
·
Wakil
Ketua
:
Drs. H.M. Nadjih Bakar, M.Si.
·
Wakil
Ketua
:
Drs. K.H. Ali Hilmy, MA., M.Ag.
·
Sekretaris
: Drs. Shodiqin, M.Pd.
·
Wakil Sekretaris :
H. Ahmad Zaini, B.Sc, Eng.
·
Bendahara
: Drs. H. Munadji
Nama Organisasi
|
:
|
Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Lamongan
|
Berdiri
|
:
|
11 September 1967
|
SK Pendirian
|
:
|
C-076/D-13
|
Ketua Periode Pertama (1967-1970)
|
:
|
R.H. Moelyadi
|
Ketua Peiode (2010-2015)
|
:
|
KH. Drs. Abdul Hakam Mubarok, Lc,
M.Ag.
|
Alamat Kantor :
|
:
|
Jl. Jl. Lamongrejo 107-109
Lamongan 62213.
|
Telp. / Fax
|
:
|
0322-321130 / 0322-322705
|
Email
|
:
|
|
Web-blog
|
:
|
|
Jaringan Muhammadiyah
1. Pimpinan Cabang (PCM)
2. Pimpinan Ranting (PRM)
|
:
:
|
27 Cabang
347 Ranting
|
Majelis-Majelis
|
:
|
1. Majelis Tarjih dan Tadjid
2. Majelis Tabligh
3. Majelis Pembina Kesehatan
Umum (MPKU)
4. Majelis Pendidikan Kader (MPK)
5. Majelis Pustaka dan Informasi
(MPI)
6. Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan
(MEK)
7. Majelis Lingkungan Hidup (MLH)
8. Majelis Pemberdayaan Masyarakat
(MPM)
9. Majelis Pelayanan Sosial (MPS)
10. Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MH-HAM)
11. Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen)
12. Majelis Wakaf dan Kehartabendaan (MWK)
|
Lembaga-Lembaga
|
:
|
1. Lembaga Amal Zakat Infaq dan
Shodaqqoh (LAZIS)
2. Lembaga Pengawas Pengelolaan
Keuangan
3. Lembaga Pengembangan Cabang dan
Ranting
4. Lembaga Hikmah dan Kebijakan
Publik
5. Lembaga Penanganan Bencana
6. Lembaga Seni Budaya dan Olahraga
7. Lembaga
Penelitian dan Pengembangan
|
Organisasi Otonom
|
:
|
1. Aisyiyah
2. Pemuda Muhammadiyah
3. Nasyiyatul Aisyiyah
4. Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah
5. Ikatan Pelajar Muhammadiyah
6. Hizbul Wathan
7. Tapak Suci
|
F. DATA LEMBAGA AMAL USAHA MUHAMMADIYAH PDM LAMONGAN
No
|
Jenis Amal Usaha
|
Jumlah
|
1
|
TK
|
136
|
2
|
Playgroup
|
140
|
3
|
SD
|
7
|
4
|
MI
|
100
|
5
|
SMP
|
26
|
6
|
MTs
|
29
|
7
|
SMA
|
11
|
8
|
SMK
|
12
|
9
|
MA
|
9
|
10
|
Pondok Pesantren
|
9
|
11
|
Sekolah Tinggi
|
5
|
12
|
Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, BP, dll
|
11
|
13
|
Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga, dll.
|
4
|
14
|
Apotek
|
6
|
15
|
Koperasi
|
27
|
16
|
Sekolah Luar Biasa (SLB) *
|
1
|
17
|
Masjid *
|
266
|
18
|
Musholla *
|
320
|
19
|
Tanah *
|
465720 m2
|
G.
SUSUNAN ANGGOTA PIMPINAN CABANG MUHAMMADIYAH MODO PERIODE 2010-2015
- KETUA : H. ABDUL AZIZ, M.Ag.
- WAKIL KETUA : Drs. ALI SHODIKIN
( Koordinator
Majelis TABLIGH & MPM)
- WAKIL KETUA : MUHANIN, S.Pd.I.
( Koordinator
Majelis Ekonomi-Wirausaha & Wakaf-Kehartabendaan)
- WAKIL KETUA : H. HANAFI
( Koordinator
Majelis MPKU dan Pelayanan Sosial)
- WAKIL KETUA : Drs. TASIR, M.Pd.
( Koordinator
Majelis Dikdasmen & MPK)
- SEKRETARIS : MUHAMMAD SUUD, S.Pd.I.
- WAKIL SEKRETARIS : DALAIL KHOIROT, S.Pd.
- BENDAHARA : H. SUMINTO
- WAKIL BENDAHARA : DARWOTO, S.E.
H. DATA
LEMBAGA AMAL
USAHA MUHAMMADIYAH PCM MODO
Mis Muhammadiyah Medalem Kec. Modo
|
Dusun Ganggang Desa Medalem
Kecamatan Modo
|
Mis Muhammadiyah Sumberagung
|
Jln. Mangunsidi No 8 Dsn. Pulo Ds.
Sumberagung Kec. Modo Kab. Lamongan Jawa Timur
|
Mis Nahdlatul Ulama Toronglo
|
Dusun Toronglo Desa Sumberagung
Kecamatan Modo Kabupaten Lamonga
|
Smk
Muhammadiyah 6 Modo
|
Jl. Lapangan Olahraga
Kec. Modo
|
I.
KEUNGGULAN-KEUNGGULAN
AMAL USAHA LEMBAGA PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH DI DAERAH LAMONGAN
Sekolah merupakan tempat belajar dan mentransfer ilmu pengetahuan serta
merupakan bagian terpenting dalam mengenyam pendidikan bagi masyarakat sekitar
terutama untuk anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan.
Sekolah itu ada untuk meningkatkan pendidikan di daerah tersebut dan taraf
hidup yang ada di masyarakat. Sekolah juga berfungsi menunjangkan perkembangan
siswa dalam belajar untuk mencapai prestasi dan cita-citanya.
Adapun keunggulan dari sekolah-sekolah yang ada di daerah Lamongan diantara
sebagai berikut :
- Sekolah-sekolah baik dari SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK memiliki jumlah yang banyak dibanding sekolah negeri. Artinya perkembangan sekolah di daerah lamongan khususnya sekolah Muhammadiyah mengalami perkembangan pendidikan yang cukup pesat. Dimana tiap-tiap desa, kecamatan, kabupaten terdapat banyak sekolah Muhammadiyah di daerah Lamongan. Hal ini menunjukkan juga perkembangan dakwah Muhammadiyah dalam menyadarkan masyarakat sekitar betapa pentingnya pendidikan itu terutama untuk anak-anak.
- Sekolah Muhammadiyah memiliki pendidikan Islam tersendiri dibandingkan dengan sekolah negeri lainnya. Sekolah Muhammadiyah juga memiliki pendidikan Islam yang lebih lengkap baik secara wacana maupun keilmuan keislamannya. Hal ini juga untuk meningkatkan perkembangan siswa dalam belajar Islam sehingga dapat menjadikan siswa tersebut memiliki akhlak yang baik (Akhlaqul Karimah) dan dapat mengamalkannya di kehidupan masyarakat sekitarnya. Dengan banyak sekolah Muhammadiyah di daerah Lamongan diharapkan pendidikan dan dakwah Islam bisa lebih berkembang di daerah Lamongan, sehingga dapat meningkatkan pendidikan di daerah tersebut terutama pendidikan Islam demi terwujudnya kemajuan taraf hidup masyarakat dan menuju masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
BAB III PENUTUP
- Kesimpulan
Muhammadiyah telah menunjukkan kiprahnya dalam membangun masyarakat
terutama dalam aspek pendidikan di daerah Lamongan. Gerakan pendidikan
Muhammadiyah di daerah Lamongan sekarangpun berkembang cukup pesat dengan
banyaknya lembaga sekolah yang ada di daerah tersebut dari mulai TK sampai
Perguruan Tinggi. Hal ini merupakan potensi gerakan pendidikan
Muhammadiyah untuk membangun dan
mencerdaskan masyarakat cukup besar terutama di daerah Lamongan. Dengan semakin
berkembangnya pendidikan Islam Muhammadiyah di daerah lamongan dapat
meningkatkan gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan sangat efektif dilakukan
terutama lewat lembaga pendidikan. Hal ini juga dapat meningkatkan perkembangan
pendidikan Islam sehingga lembaga pendidikan muhammadiyah mampu menghasilkan
sumber daya manusia unggulan dan memilki kepribadian Muslim yang baik.
B. Saran dan Masukan terhadap organisasi kemuhammadiyahan di
daerah Lamongan
a)
Lembaga-lembaga
pendidikan Muhammadiyah harus selalu meningkatkan fasilitas, sarana dan
prasarana dalam menunjangkan keberlangsungan pendidikan Islam Muhammadiyah
b)
Untuk
mengenai TK, Bustanul Athfal, Playgroup dan TPQ hendaknya dijadikan wahana
persemaian iman bagi murid, baik dalam hal akhlaq atau kepribadian dan tetap
memberikan ruang kreativitas yang sesuai sehingga tidak mematikan perkembangan
jiwa anak-anak tersebut.
c)
Meningkatkan
pendidikan kewirausahaan atau keterampilan di lembaga-lembaga sekolah
Muhammadiyah demi menunjangkan kemajuan pembangunan sumber daya manusia yang
unggul dan berdaya saing serta meningkatnya perekonomian masyarakat di daerah
Lamongan
C. Usulan program-program perkembangan Muhammadiyah di
daerah Lamongan
a)
Memberikan
tambahan pelajaran tentang kewirausahaan atau pendidikan keterampilan di
lembaga-lembaga Sekolah Muhammadiyah dalam menghadapi era Globalisasi.
b)
Membangun
dan Menambah Lembaga-lembaga sekolah serta meningkatkan fasilitas, sarana atau
prasarana yang jumlah masih sedikit terutama Sekolah Luar Biasa (SLB). Sekolah
tersebut sangat dibutuhkan bagi siswa-siswa mangalami cacat sehingga mampu
menunjang perkembangan pendidikan siswa-siswa tersebut dan tetap terus meningkat
kuantitas dan kualitas tenaga pendidikannya.
c)
Meningkatkan
kegiatan-kegiatan keagamaan bagi siswa-siswa di luar pendidikan sekolah dengan
mengadakan pengajian rutin bagi siswa-siswa sekolah agar tetap terjaga
persemaian imannya, juga semakin bertambah wahana keilmuan dan keislaman
sehingga dapat meningkatkan pendidikan Islam Muhammdiyahnya terutama bagi
siswa-siswa tersebut.
D. Rekomendasi diusulkan kepada Pimpinan Muhammadiyah dan
Lembaga Sekolah Muhammadiyah di daerah
Lamongan
DAFTAR
PUSTAKA
KH. Syarqowi , Ridlwan, KH. Ahmad Adnan Noer . 2005.Siapa dan Siapa 50 Tokoh Muhammadiyah Jawa Timur .Hikmah Press: Surabaya
Ahmad
Najib Burhani, op cit, hlm. 137.
Mustakim. 2011.Matahari Terbit di Kota Wali, Sejarah Pergerakan Muhammadiyah Gresik
1926-2010.MUHIpress:Gresik
Syuhadi,Fathurrahim.2006.Mengenang Perjuangan Sejarah Muhammadiyah Lamongan 1936-2005.Java Pustaka Media Utama:Surabaya.
KH. Ahmad Adnan Noer, Catatan
Kehidupan Pribadi dan Keluarga (manuskrip) dan KH. Ahmad Adnan Noer, Catatan
Aneka Warna (manuskrip dimulai dari tahun 1951), dalam Sjamsudduha, Konflik
dan Rekonsiliasi NU Muhammadiyah (Surabaya: Bina Ilmu, 1999), hlm. 61-62.
Kesemuanya tersimpang di Perpustakaan PW Muhammadiyah Jawa Timur.
http://ndangcerung.wordpress.com/2011/08/02/muhammadiyah-pesisir/#_ftn29
Komentar
Posting Komentar